Sunday 14 December 2014

Stasiun Cimahi

Stasiun Cimahi adalah stasiun kereta api kelas 1 yang berada di Jalan Stasiun, Cimahi Tengah, Cimahi. Stasiun yang terletak pada ketinggian +732 m ini berada di Daerah Operasi II Bandung. Stasiun Cimahi dibangun pada tahun 1884, dan awalnya ditujukan untuk kepentingan militer. Di dekat Stasiun Cimahi terdapat RS TNI AD Dustira.
Arsitektur Stasiun Cimahi bergaya Art Deco begitu lekat di seluruh ornamen bangunan Stasiun Cimahi yang masih mempertahankan bentuk lamanya terlihat dari mulai pintu masuk menuju peron, ventilasi, jendela, dinding dan kaca patri bahkan tempat pembelian tiket/loket tiket masih mempertahankan bentuk yang lama dengan usia yang lebih dari ratusan tahun. Yang sudah berganti hanyalah lantai dengan kotak-kotak berwarna kuning sekarang diganti dengan keramik dikarenakan banyak yang terbelah dan dapat membahayakan penumpang. 

Stasiun ini memiliki 5 rel, namun hanya 3 rel yang aktif. Stasiun ini disinggahi oleh Kereta Api Lokal Bandung Raya (Padalarang Cicalengka), Kereta Api Patas Bandung Raya (Padalarang-Cicalengka), Kereta api Lokal Cibatu (Cibatu-Purwakarta), Kereta Api Serayu (Purwokerto-Pasar Senen Jakarta), Kereta Api Argo Parahyangan (Bandung-Gambir Jakarta), Kereta Api Harina (Bandung-Surabaya Pasar Turi), Kereta Api Ciremai (Bandung-Semarang Tawang).

Kota Cimahi merupakan salah satu wilayah yang dilewati oleh Jalan Raya Pos (de Groote Postweg) yang dirancang oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang memerintah dari tahun 1808 – 1811. Pada masa itu, Cimahi merupakan bagian dari kewedanan Cilokotot. Jalan Raya Pos sejauh 1000 km dari Anyer ke Panarukan dibangun selain untuk keperluan jalan bagi Kereta Pos, juga digunakan untuk mobilitas pasukan Pemerintah Hindia-Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa. Belanda merencanakan suatu pangkalan militer di daerah pedalaman yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. Akhirnya dipilihlah Cimahi sebagai pusat komando militer. Posisi Cimahi dipilih karena letaknya yang cukup strategis, yang berdekatan dengan simpang tiga jalur kereta api dan jalan raya pos. Pada tanggal 17 Mei 1884, Staats Spoorwegen ( Maskapai Perusahaan Kereta Api Negara) meresmikan jalur kereta api dari Batavia menuju Bandung, yang melewati Buitenzorg (Bogor) dan Cimahi. Kemudian pada tanggal 29 Desember 1900, telah dibuka jalur kereta api Bandung – Batavia melewati Purwakarta dan Cikampek, yang juga melalui Cimahi. Dengan dibukanya jalur baru tersebut, maka mobilitas pasukan dari Cimahi ke Batavia pada masa itu dapat ditempuh kurang dari 3 jam. Jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan menggunakan Jalan Raya Pos dengan kereta kuda yang membutuhkan waktu sekitar tiga hari. Selain itu, dengan adanya jalur kereta api Cimahi–Cilacap yang dibuat pada tahun 1894, maka bantuan pasukan dan logistik dari pelabuhan Cilacap dapat dilakukan.
Untuk mempersiapkan Cimahi sebagai pusat pertahanan Hindia Belanda, pada tahun 1887 didirikan Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira), Serta het Militaire Huis van Arrest (rumah tahanan militer) yang saat ini dikenal dengan nama “Penjara Poncol”, yang dibangun pada tahun 1886. Pelaksanaan pembangunan pangkalan militer di Cimahi dipimpin oleh Genie Officier Kapitein Fisher yang dibantu oleh Luitenant V. L. Slors. Penempatan pasukan militer Hindia Belanda secara terkonsentrasi di Cimahi dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1885 terdapat tiga batalyon pasukan militer yang bermarkas di Cimahi, yakni infanteri, genie (zeni), dan artileri. Adapun pasukan artileri tersebut terbagi menjadi tiga, yakni artileri gunung (bergartelerie), artileri lapangan (veldartelerie), dan artileri serangan udara.
Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira)

Pangkalan militer ini dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang, seperti kompleks perumahan perwira (yang pada saat ini terletak di Jalan Gedung Empat dan Jalan Sriwijaya), markas militer, pusat pendidikan militer, barak dan tangsi (kampement), serta sociteit perwira. Pada bulan September 1896, Cimahi diresmikan sebagai Garnisun Militer yang merupakan pusat komando pengendalian pasukan dan mobilisasi pasukan tempur, dengan komandan Majoor Infanteri C. A. van Loenen dengan ajudan Luitenant J. A. Kohler. Untuk mendukung kesatuan artileri di Cimahi, pabrik mesiu di Ngawi dan Artillerie Constructie Winkel di Surabaya dipindahkan ke Kiaracondong pada tahun 1898, dimana lokasi pabrik tersebut juga dilalui jalur kereta api.

Dengan dijadikannya Cimahi sebagai pangkalan militer, maka terjadilah penempatan tentara dalam jumlah besar, baik tentara Belanda (Koninklijk Leger/KL) serta tentara Hindia Belanda (Koninklijk Nederlands Indische Leger/KNIL) yang berasal dari Pulau Jawa, Pulau Flores, Pulau Timor, Kota Ambon, dan Kota Manado. Meskipun pasukan tentara Hindia Belanda merupakan pribumi, namun opsir dan perwiranya berkebangsaan Belanda.Sebagai pusat komando militer, Cimahi mendapat persenjataan yang cukup lengkap, terdapat berbagai badan logistik militer, serta diperkuat oleh pasukan kavaleri. Sebagai pusat pendidikan militer, Cimahi dijadikan ajang latihan tempur baik bagi tentara-tentara baru maupun pasukan yang akan berangkat bertempur.

Stasiun Cimahi 2016

Sudut lain dari Stasiun Cimahi

Dikutip dari berbagai sumber
Foto: Digital Images Library Universiteit Leiden dan photo pribadi

Thursday 20 November 2014

Liburan singkat di Cirebon

Dapat tiket promo lagi kita manfaatkan untuk jalan-jalan menuju Cirebon, jarang sekali saya berlibur ke arah Pantai Utara. Momen tepat pada 23 November 2014 dengan menggunakan KA Ciremai Ekspress 10127 tujuan Bandung-Cirebon saya berangkat dari Stasiun Cimahi pada jam 05:41

Suasana di Stasiun Cimahi pagi nampak sepi.

Setelah cetak tiket dan Check in saya masuk peron KA menunggu KA Ciremai tiba dari Stasiun Bandung. Hanya beberapa penumpang yang berangkat dari Stasiun Cimahi.

Tiket promo KA Ciremai Ekspress

Sekitar jam 05:45 KA Ciremai Ekspress tiba di Stasiun Cimahi

Kereta Bisnis 1 dengan No Tempat duduk 5A saya sendiri didalam satu bangku. Tidak penuh memang kereta ini dijalankan sebagai tambahan

Rute yang dilewati adalah dari Stasiun Bandung, Stasiun Cimahi, Stasiun Purwakarta, Stasiun Cikampek lalu Lokomotif diputar menuju jalur utara berhenti di Stasiun Haurgeulis, Stasiun Jatibarang terakhir berhenti di Stasiun Cirebon

Jam 07:02 KA Ciremai Ekspress tiba di Stasiun Purwakarta, sebelah stasiun terdapat "Kuburan KRL" Stasiun ini, tempat peristirahatan terakhir bagi seluruh Kereta Rel Listrik ekonomi non-AC yang pernah beroperasi di lintas Jabodetabek sejak dihapuskannya KRL non-AC tanggal 25 Juli 2013

Jam 07:26 KA Ciremai Ekspress tiba di Stasiun Cikampek cukup lama kereta ini berhenti di Stasiun Cikampek guna mengalihkan lokomotif dari arah barat menuju ke timur. Setelah pengalihan lokomotif jam 07:58 KA Ciremai diberangkatkan kembali. Lepas dari Stasiun Cikampek KA Ciremai berjalan ngebut kondisi rel yang lurus dengan jalur yang tidak seperti Purwakarta-Padalarang yang berbukit dan banyak jurang sehingga bisa memacu kecepatan sampai 100 km/jam. KA Ciremai Ekspress tiba di Stasiun Haurgeulis 08:17 tidak berlama-lama KA Ciremai Ekspress diberangkatkan kembali sampai tiba di Stasiun Jatibarang jam 09:07 sekitar 2 menit berselang KA kembali diberangkatkan menuju stasiun terakhir Stasiun Cirebon. 
Stasiun Jatibarang

Jam 09:51 akhirnya saya tiba di Stasiun Cirebon


Sampai di Stasiun Cirebon

Cirebon didesain oleh Arsitek Belanda bernama Pieter Adriaan Jacobus Moojen yang diresmikan pada 3 Juni 1912 bersamaan dengan dibukanya lintas milik SS Cikampek-Cirebon sejauh 137 kilometer. Gaya arsitektur bangunannya merupakan perpaduan dari ciri arsitektur lokal dengan pengaruh aliran seni Art Deco. Sebagaimana ciri khas bangunan batu yang berasal dari periode 1900-1920, fasad atau tampak bangunan yang cukup menonjol adalah susunan simetris gedung. Apabila dilihat sekilas, siluet bangunan terdiri dari dua menara dengan atap berbentuk piramida yang mengapit sebuah bagian atas bangunan utama. Pada zaman kolonial, pelayanan penumpang dan barang masih dalam satu stasiun, tetapi dipisahkan oleh dua loket di bagian kiri khusus penumpang dan sebelah kanan untuk bagasi. Oleh sebab itu pada bagian depan dua menara tersebut pernah dipasang tulisan “KAARTJES” (karcis) di sebelah kiri dan “BAGAGE” (bagasi) di sebelah kanan. 

Setelah keluar dari Stasiun Cirebon banyak yang menawarkan jasa becak-becak, sayapun memakai becak menuju destinasi pertama di Kota Cirebon ini yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Jarak dari Stasiun Cirebon menuju Masjid Agung Sang Cipta Rasa sekitar 3 km, sesampainya dilokasi saya membeli makanan dahulu disekitar masjid banyak yang berdagang. Makanan khas Cirebon yaitu Nasi Lengko saya pilih, Nasi lengko sendiri terdiri dari nasi putih yang berisi tempe, tahu yang dilumuri bumbu kacang ditambahkan toge, dan mentimun serta ditambah kecap manis. Nasi lengko sendiri harganya sangat terjangkau.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa terletak tak jauh dari Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1480 M dengan beragam keunikannya,Masjid Agung Sang Cipta Rasa keraton Kasepuhan Cirebon, adzan dilantunkan oleh 7 orang sekaligus. Itulah mengapa disebut adzan pitu (pitu = tujuh). Wali Songo berperan besar terhadap pembangunan masjid ini. Sunan Gunung Jati yang bertindak sebagai ketua pembangunan masjid ini menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Nama masjid ini sendiri diambil dari kata “sang” yang artinya keagungan, “cipta” yang artinya dibangun, dan “rasa” yang artinya digunakan.Selain keunikan di bidang arsitekturnya yang khas bercorak hindu dengan warna merah, ada tradisi unik lainnya yang mungkin hanya ada di Indonesia, bahkan mungkin satu-satunya di dunia. Adzan pitu merupakan tradisi yang dilakukan sejak sekitar 500 tahun silam, dulu adzan pitu dilantunkan setiap waktu sholat tiba, kini adzan pitu hanya dilakukan pada saat sholat Jumat saja, pada adzan yang pertama. Keunikan lain dari masjid ini adalah tidak mempunyai kubah


Bagian dalam dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa, antara penasaran dan canggung mau melihat paling depan dari masjid ini urung saya lakukan karena takut mengganggu.

Setelah berkunjung ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa saya menuju Keraton Kasepuhan Cirebon tidak jauh dari Masjid Agung ini. Dengan membayar tiket sebesar Rp 20.000,- per orang 

SEJARAH SINGKAT

Keraton Kasepuhan mulai dibangun pada tahun 1430 oleh Pangeran Walang Sungsang atau Cakrabuana, putera mahkota Kerajaan Pajajaran. Saat keraton mulai dibangun, wilayah Cirebon masih disebut Caruban

Nampak bagian dalam dari Keraton Kasepuhan sayang area tersebut tidak bisa dilewati oleh pengunjung

Area terbatas pengunjung

Kutagara Wadasan, berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678.Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon, gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.

Kuncung, berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir kendaraan sultan. (Wikipedia)

Dua buah patung macan putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata (Silih Wangi) di taman bunderan Dewandaru di area utama keraton Kasepuhan di Kesultanan Kasepuhan.



Porcelain yang ada di dinding Keragon Kasepuhan berasal dari kebudayaan Tiongkok dan Eropa.

Kereta yang dibuat pada 1571 tahun saka atau 1649 masehi tersebut berada dalam Museum Singa Barong. Meski berusia ratusan tahun, kereta kencana ini masih asli dan utuh. Kereta ini dibuat oleh seniman asli Cirebon yaitu Panembahan Losari. Singa Barong berasal dari dua kata yakni 'Singarani' yang artinya 'memberi nama', dan 'Barong' yang berarti 'bersama-sama'. Kereta Singa Barong adalah sebuah kereta kencana yang bentuknya penggabungan dari 4 bagian hewan singa/macan (tubuh,kaki dan mata) gajah (belalai), naga (kepala), garuda (sayap), kereta ini ditarik oleh 4 kerbau putih.



Lukisan Prabu Siliwangi di Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat. Lukisan ini menggambarkan Prabu Siliwangi yang berdiri dengan mahkota dan jubahnya. Tangan kirinya memegang keris. Di bawahnya ada seekor macan mendampingi. Menurut pemandu wisata, lukisan ini matanya dipercaya dapat bergerak mengikuti yang melihatnya. Setelah selesai berkunjung ke Keraton Kasepuhan saya menuju destinasi selanjutnya yaitu Keraton Kanoman

Lokasi Keraton Kanoman berada di Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk, tepatnya berada dibelakang pasar Kanoman. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Stasiun Kejaksan Cirebon, dapat ditempuh sekitar 10-15 menit, Keraton Kanoman merupakan salah satu tonggak sejarah kota Cirebon dan berkembangnya agama islam di Cirebon, di keraton ini Anda akan banyak menemui peninggalan-peninggalan sejarah dan kisah-kisah sejarah yang sangat mendalam yang akan disampaikan oleh pemandu, penjaga atau abdi dalem Keraton Kanoman.

Pada awalnya Keraton Kanoman merupakan pusat peradaban Kesultanan Cirebon, yang kemudian karena ada masalah internal terpecah menjadi Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon.

Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I, pada sekitar tahun 1510 Saka atau 1588 M. Keraton Kanoman juga tidak terlepas dari awal berkembangnya agama Islam di Jawa Barat, karena Islam di Jawa Barat tidak lepas dari Cirebon. Hal menarik lainnya dari Keraton Kanoman dan Keraton-keraton lainnya di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding. Tak hanya di keraton, piring-piring keramik tersebut juga bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon, hal ini menunjukkan bahwa Cirebon memiliki kultur yang beragam.

dikarenakan waktu yang mepet saya hanya berkunjung ke Keraton Kanoman tidak masuk hanya mampir saja karena jadwal pulang saya dengan kereta api jam 14:55 selanjutnya saya berkunjung ke salah satu pusat oleh-oleh khas Cirebon di Jalan Siliwangi dengan menggunakan angkot. Tidak lupa sebelum kembali ke Stasiun Cirebon saya membeli Empal Gentong Krucuk yang sangat terkenal di Cirebon berlokasi di Jalan Selamet Riyadi No 5 Kejaksaan. Banyak sekali foto dan tandatangan Publik Figur Indonesia yang berkunjung kesini, soal rasa jangan ditanya lezat sekali

Setelah perut kenyang saya kembalu ke Stasiun Cirebon naik angkot tidak jauh sebenarnya hanya beberapa km

Stasiun Cirebon dari Jalan Siliwangi

Ada Lokomotif Uap B1304 di pajang di depan Stasiun Cirebon

Tiket KA Ciremai Ekspress Cirebon-Bandung

Sebelum pulang penasaran pengen berfoto dengan lokomotif teranyar CC206


Interior KA Ciremai Ekspress eks KA Tegal Bahari relasi Tegal - Gambir

Tepat jam 14:55 KA Ciremai Ekspress diberangkatkan dari jalur 1, berakhir sudah liburan yang singkat ini. Hanya sekitar 4 jam saya di Cirebon mungkin kedepan akan berkunjung kembali untuk lebih mengeksplore wisata-wisata yang lebih menarik lagi.

Saturday 11 January 2014

Touring ke Pantai Santolo

Sebenarnya saya tidak punya acara diawal tahun baru 2014 ini, hanya saja saya diajak adik untuk touring ke Pantai Santolo bersama teman kerja nya. Jarak yang ditempuh dari rumah menuju Pantai Santolo menurut Google Maps adalah sekitar 150 km membutuhkan waktu sekitar 6-8 jam jika perjalanan lancar. Ini adalah pertama kali saya ke Pantai Santolo naik motor, sebelumnya saya naik transportasi umum. Start jam 15:30 setelah Ashar kita berangkat menuju Pantai Santolo melewati jalur Pasteur kemudian Cicaheum, Cibiru dan Cileunyi. Perjalanan cukup lancar tidak ada kendala sampai di jalan kadungora agak tersendat dan memutuskan untuk istirahat makan makanan yang telah disiapkan di SPBU Kadungora sambil menunaikan Sholat Maghrib terlebih dahulu. Sekitar satu jam kita istirahat perjalanan pun dilanjutkan menuju Garut kota cukup tersendat terutama ketika akan memasuki pintu perlintasan kereta api, berjam-jam mengendarai motor untuk pertama kalinya cukup excited juga apalagi di kasih touring guide yang hafal jalan, maklum touring guidenya memang asli orang Pantai Santolo serasa dia diantar mau pulang saja bersama teman-teman. Malam semakin larut, jalanan pun semakin sepi konsentrasi pun semakin menurun membayangkan kondisi jalanan yang berjurang dan berbukit rasanya ngeri jika melihat dalam keadaan terang, namun ketika malam serasa hitam pekat saja ketika menelusuri jalanan yang cukup mulus. Motor pun sengaja tidak kami pacu kita berjalanan beriringan tidak lebih dari 60 km/jam, memasuki Cikajang jalanan terasa "hidup kembali" lalu lalang kendaraan nampak, setelah itu kembali sepi masuk Cisompet terasa dingin menusuk kami putuskan sejenak untuk mampir diwarung kopi dekat jalanan sambil menikmati gorengan waktu itu jam menunjukan pukul 21:30 sepi yang terasa gelap yang terlihat dimana-mana kalo sendiri ke sini kayaknya saya tidak berani. Perjalanan dilanjutkan hanya tinggal beberapa jam saja memasuki Pameungpeuk, motor kami pacu sedikit lebih cepat ingin rasanya cepat sampai disaat tangan sudah kaku sulit untuk digerakkan. Jam 23:30 akhirnya kami sampai ditujuan, menginap di rumah teman adik saya yang merupakan jalur evakuasi jika ada bencana Tsunami. 

Di Pagi setelah sarapan saat nya untuk ke pantai, dari rumah menuju pantai hanya sekitar 1 km saja tanpa harus membayar tiket masuk. Di kawasan Pantai Santolo ada pula tempat peluncuran roket TNI AU ini adalah kali kedua saya mengunjungi tempat ini, banyak yang berubah disekitar Pantai Santolo mulai dari penginapan sampai sentra makanan dan buah tangan ada namun tetap pengelolaannya dirasa kurang maksimal. Terlihat sampah-sampah berserakan di tepi pantai banyak penginapan yang membuang limbah rumah tangga ke Pantai berbeda rasanya ketika awal-awal kemari masih belum banyak pengunjung yang datang. Pantai Santolo ini terkenal karena media sosial yang mereview tempat ini, walaupun keadaannya seperti itu ya kita tetap menikmati suasana pantai udah jauh-jauh kesini masa hanya diam. Bermain ditepi pantai menghadang ombak yang cukup kencang kemudian untuk pertama kalinya naik Banana Boat cukup menguras adrenaline ketika penumpang boat nya sengaja dijatuhkan serasa terasing dilautan. Puas bermain kami berjalan menuju Pantai Sayang Heulang tidak jauh dari Pantai Santolo cukup naik perahu kita menyebrangi aliran hulu sungai. Disekitar hulu sungai terparkir puluhan Kapal/perahu disisi aliran sungai, ciri khas Pantai Santolo adalah banyaknya karang-karang yang tajam karena tergerus ombak sangat berbeda dengan Pantai Santolo yang mempunyai pasir putihnya. Sempat melihat Tsunami Early Warning System di Pantai Santolo adalah alat pendeteksi Tsunami jika ada Gempa Bumi, maklum Pantai Garut Selatan langsung berbatasan dengan Samudera Hindia dan dua lempeng tektonik yang sewaktu waktu bisa bergeser seperti kejadian Tsunami di Pantai Pangandaran. Spot Pantai Sayang Heulang cocoknya untuk berselfie menurut saya cukup unik dengan karang-karang yang tajam hanya saja cuaca kurang bagus mendung cenderung akan turun hujan. 

Setelah puas asik bermain sebelum Dzuhur kami balik ke rumah beres-beres bersiap untuk pulang, jam 14:00 kita sudah berangkat untuk kembali ke Cimahi cuaca cukup cerah. Namun beberapa saat diperjalanan hujan pun turun, kita menepi dahulu pakai jas hujan kemudian melanjutkan perjalanan. Beberapa kali dalam perjalanan kita sering berhenti dikarenakan kondisi cuaca yang tidak bersahabat dan kondisi teman-teman yang masuk angin, mabuk darat sampai yang tangan kaku tidak bisa digerakan. Saya pun mengalami rasa kantuk yang berat di sekitar SPBU Nagreg saya berhenti ingin tiduran sejenak sambil mengisi bahan bakar, waktu itu sekitar jam 21:30 terlebih macet di Kadungora kemudiam di Lingkar Nagreg membuat saya terkantuk-kantuk mengendari motor. Setelah dirasa sedikit segar saya melanjutkan perjalanan menuju Cileunyi kemudian masuk Cibiru, Jl Soekarno Hatta dan Cimahi Alhamdulillah sampai rumah jam 00:30 jauh dari perkiraan sewaktu kita berangkat jam 14:00 namun tetap bersyukur pergi dan pulang diberikan keselamatan


Karang yang tajam karena terhempas oleh ombak


Nampak dari jauh Pantai Sayang Heulang

Kapal yang terparkir dipinggir hilir sungai



Heheheheeee