Sunday 14 December 2014

Stasiun Cimahi

Stasiun Cimahi adalah stasiun kereta api kelas 1 yang berada di Jalan Stasiun, Cimahi Tengah, Cimahi. Stasiun yang terletak pada ketinggian +732 m ini berada di Daerah Operasi II Bandung. Stasiun Cimahi dibangun pada tahun 1884, dan awalnya ditujukan untuk kepentingan militer. Di dekat Stasiun Cimahi terdapat RS TNI AD Dustira.
Arsitektur Stasiun Cimahi bergaya Art Deco begitu lekat di seluruh ornamen bangunan Stasiun Cimahi yang masih mempertahankan bentuk lamanya terlihat dari mulai pintu masuk menuju peron, ventilasi, jendela, dinding dan kaca patri bahkan tempat pembelian tiket/loket tiket masih mempertahankan bentuk yang lama dengan usia yang lebih dari ratusan tahun. Yang sudah berganti hanyalah lantai dengan kotak-kotak berwarna kuning sekarang diganti dengan keramik dikarenakan banyak yang terbelah dan dapat membahayakan penumpang. 

Stasiun ini memiliki 5 rel, namun hanya 3 rel yang aktif. Stasiun ini disinggahi oleh Kereta Api Lokal Bandung Raya (Padalarang Cicalengka), Kereta Api Patas Bandung Raya (Padalarang-Cicalengka), Kereta api Lokal Cibatu (Cibatu-Purwakarta), Kereta Api Serayu (Purwokerto-Pasar Senen Jakarta), Kereta Api Argo Parahyangan (Bandung-Gambir Jakarta), Kereta Api Harina (Bandung-Surabaya Pasar Turi), Kereta Api Ciremai (Bandung-Semarang Tawang).

Kota Cimahi merupakan salah satu wilayah yang dilewati oleh Jalan Raya Pos (de Groote Postweg) yang dirancang oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang memerintah dari tahun 1808 – 1811. Pada masa itu, Cimahi merupakan bagian dari kewedanan Cilokotot. Jalan Raya Pos sejauh 1000 km dari Anyer ke Panarukan dibangun selain untuk keperluan jalan bagi Kereta Pos, juga digunakan untuk mobilitas pasukan Pemerintah Hindia-Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa. Belanda merencanakan suatu pangkalan militer di daerah pedalaman yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. Akhirnya dipilihlah Cimahi sebagai pusat komando militer. Posisi Cimahi dipilih karena letaknya yang cukup strategis, yang berdekatan dengan simpang tiga jalur kereta api dan jalan raya pos. Pada tanggal 17 Mei 1884, Staats Spoorwegen ( Maskapai Perusahaan Kereta Api Negara) meresmikan jalur kereta api dari Batavia menuju Bandung, yang melewati Buitenzorg (Bogor) dan Cimahi. Kemudian pada tanggal 29 Desember 1900, telah dibuka jalur kereta api Bandung – Batavia melewati Purwakarta dan Cikampek, yang juga melalui Cimahi. Dengan dibukanya jalur baru tersebut, maka mobilitas pasukan dari Cimahi ke Batavia pada masa itu dapat ditempuh kurang dari 3 jam. Jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan menggunakan Jalan Raya Pos dengan kereta kuda yang membutuhkan waktu sekitar tiga hari. Selain itu, dengan adanya jalur kereta api Cimahi–Cilacap yang dibuat pada tahun 1894, maka bantuan pasukan dan logistik dari pelabuhan Cilacap dapat dilakukan.
Untuk mempersiapkan Cimahi sebagai pusat pertahanan Hindia Belanda, pada tahun 1887 didirikan Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira), Serta het Militaire Huis van Arrest (rumah tahanan militer) yang saat ini dikenal dengan nama “Penjara Poncol”, yang dibangun pada tahun 1886. Pelaksanaan pembangunan pangkalan militer di Cimahi dipimpin oleh Genie Officier Kapitein Fisher yang dibantu oleh Luitenant V. L. Slors. Penempatan pasukan militer Hindia Belanda secara terkonsentrasi di Cimahi dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1885 terdapat tiga batalyon pasukan militer yang bermarkas di Cimahi, yakni infanteri, genie (zeni), dan artileri. Adapun pasukan artileri tersebut terbagi menjadi tiga, yakni artileri gunung (bergartelerie), artileri lapangan (veldartelerie), dan artileri serangan udara.
Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira)

Pangkalan militer ini dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang, seperti kompleks perumahan perwira (yang pada saat ini terletak di Jalan Gedung Empat dan Jalan Sriwijaya), markas militer, pusat pendidikan militer, barak dan tangsi (kampement), serta sociteit perwira. Pada bulan September 1896, Cimahi diresmikan sebagai Garnisun Militer yang merupakan pusat komando pengendalian pasukan dan mobilisasi pasukan tempur, dengan komandan Majoor Infanteri C. A. van Loenen dengan ajudan Luitenant J. A. Kohler. Untuk mendukung kesatuan artileri di Cimahi, pabrik mesiu di Ngawi dan Artillerie Constructie Winkel di Surabaya dipindahkan ke Kiaracondong pada tahun 1898, dimana lokasi pabrik tersebut juga dilalui jalur kereta api.

Dengan dijadikannya Cimahi sebagai pangkalan militer, maka terjadilah penempatan tentara dalam jumlah besar, baik tentara Belanda (Koninklijk Leger/KL) serta tentara Hindia Belanda (Koninklijk Nederlands Indische Leger/KNIL) yang berasal dari Pulau Jawa, Pulau Flores, Pulau Timor, Kota Ambon, dan Kota Manado. Meskipun pasukan tentara Hindia Belanda merupakan pribumi, namun opsir dan perwiranya berkebangsaan Belanda.Sebagai pusat komando militer, Cimahi mendapat persenjataan yang cukup lengkap, terdapat berbagai badan logistik militer, serta diperkuat oleh pasukan kavaleri. Sebagai pusat pendidikan militer, Cimahi dijadikan ajang latihan tempur baik bagi tentara-tentara baru maupun pasukan yang akan berangkat bertempur.

Stasiun Cimahi 2016

Sudut lain dari Stasiun Cimahi

Dikutip dari berbagai sumber
Foto: Digital Images Library Universiteit Leiden dan photo pribadi

No comments:

Post a Comment