Sunday 17 January 2016

Kawah Putih Ciwidey


Sibuk dengan rutinitas setiap hari membuat ingin berwisata sejenak maka saya dan teman sepakat untuk berkunjung ke Kawah Putih Ciwidey letaknya yang tidak terlalu jauh menjadi alternatif wisata yang sering kami kunjungi. Tidak hanya Kawah Putih banyak sekali wisata yang ada di Ciwidey dari Petik Strawberry, Rancaupas, Pemandian Air Panas Cimanggu, Pemandian Air Panas Walini, Perkebunan Teh PTPN VIII sampai Situ Patenggang, kami memutuskan untuk ke Kawah Putih dan Pemandian Air Panas Cimanggu. Menurut Google Maps jarak Cimahi menuju Ciwidey sekitar 50 km menelusuri Jalur Nanjung, Soreang kemudian Rancabali dan berakhir di Ciwidey, jalur Ciwidey jalur yang cukup ramai bahkan cenderung macet jika diakhir pekan.
Waktu tempuh 90 menit akhirnya saya sampai di Kawah Putih sebelum memasuki kawah putih kita membeli tiket masuk sudah termasuk kendaraan ontang anting yang mengantarkan kita ke pusat kawah putih. Jalur naik dengan kelokan yang tajam serta kecepatan kendaraan diatas rata-rata membuat jantung bisa copot. Sampai dipuncak suasana begitu tenang alunan kecapi suling makin suasana membuat syahdu, udara yang sejuk betah berlama-lama disini. Bau belerang pun tidak terlalu tercium, tidak terasa sesak dipernafasan, air bercampur belerang dan zat kapur serta bau khas belerang menjadikan kawah putih cantik. Sejarah tentang diketemukannya Kawah Putih menurut papan informasi yang tersedia di Pintu Masuk Kawah Putih berawal dari Gunung Patuha di Bandung Selatan terdapat 2 kawah aktif yang pertama kawah saat dan kawah putih. Kawah Saat berada di ketinggian 2434 mdpl dengan rata-rata suhu mencapai 5-10 Deg Celcius sedangkan kawah putih berada diketinggian 2222 mdpl dengan rata-rata suhu mencapai 5-15 Deg Celcius.


Gunung Patuha oleh masyarakat Ciwidey dianggap sebagai gunung yang tertua. Namun Patuha konon berasal dari kata Pak Tua (sepuh), sehingga masyarakat setempat sering kali menyebutnya dengan nama Gunung Sepuh. Lebih dari seabad yang lalu, puncak Gunung Patuha dianggap angker oleh masyarakat setempat sehingga tak seorang pun berani menginjaknya. Oleh karena itu, keberadaan dan keindahannya pada saat tersebut tidak sempat diketahui orang. Atas dasar beberapa keterangan, Gunung Patuha pernah meletus pada abad X sehingga menyebabkan adanya kawah (crater) yang mengerikan di sebelah puncak bagian barat. Kemudian pada abad XII kawah di sebelah kirinya meletus pula, yang kemudian membentuk danau indah. Pada tahun 1837, seorang Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1964) mengadakan perjalanan ke daerah Bandung Selatan. Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tak seekor binatang pun yang melintasi daerah itu. Ia kemudian menanyakan masalah ini kepada mayarakat setempat, dan menurut masyarakat, kawasan Gunung Patuha sangat angker karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur serta merupakan pusat kerajaan bangsa jin. Karenanya, bila ada burung yang lancang berani terbang di atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati. Meskipun demikian, orang Belanda yang satu ini tidak begitu percaya akan ucapan masyarakat. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menembus hutan belantara di gunung itu untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya terjadi di kawasan tersebut. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, dimana terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan. Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk hidung. Dan terjawablah sudah mengapa burung-burung tidak mau terbang melintasi kawasan tersebut. Dari sinilah awal mula berdirinya pabrik belerang Kawah Putih dengan sebutan di jaman Belanda: Zwavel Ontginign Kawah Putih. Di jaman Jepang, usaha pabrik ini dilanjutkan dengan menggunakan sebutan Kawah Putih Kenzanka Yokoya Ciwidey, dan langsung berada di bawah pengawasan militer. Cerita misteri tentang Kawah Putih terus berkembang dari satu generasi masayarakat ke generasi masyarakat berikunya. Hingga kini mereka masih percaya bahwa Kawah Putih merupakan tempat berkumpulnya roh para leleuhur, bahkan menurut kuncen Abah Karna yang sekarang berumur sekitar 105 tahun dan bertempat tinggal di Kampung Pasir Hoe, Desa Sugih Mukti di Kawah Putih terdapat makam para leluhur, di antaranya Eyang Jaga Satru, Eyang Rangga Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barahak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha, Puncak Kauk, dipercaya sebagai tempat rapat para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Di tempat ini masyarakat sesekali melihat (secara gaib) sekumpulan domba berbulu putih (domba lukutan) yang dipercaya sebagai penjelmaan dari para leluhur, itu lah singkat cerita asal-usul dari Kawah Putih.


Eksotis menurut saya pemandangannya


No Caption

Puas mengitari sudut Kawah Putih dan berfoto kita sejenak sholat Dzuhur terlebih dahulu, air nya luar biasa dingin. Kita kembali ke pos pertama (parkiran) untuk menuju ke Cimanggu Hotsprings Water dengan menaiki ontang anting. Dari Kawah Putih Cimanggu Hotsprings Water tidak jauh sekitar 1 km masuk membeli tiket cukup mahal juga sekarang, kita masuk disediakan 3 kolam satu kolam kecil air nya cukup hangat kemudian satu kolam besar cukup hangat dan kolam besar namun airnya sedikit namun panasnya luar biasa. Sayangnya ketiga kolam tersebut kondisinya kotor hijau berlumut terutama kolam yang ditengah, usut punya usut ternyata memang sengaja tidak memakai penjernih air karena berbahaya. Jika dilihat dari papan informasi di Cimanggu Hotsprings Water, secara teori air hangat atau panas lebih tahan dalam menyimpan kandungan padat atau tidak melarutkan, maka tak heran kalau sumber air hangat maupun panas menyimpan kandungan tambang yang memang dibawa dari perut bumi antara lain kalsium, lithium juga radium. Itu yang membuat sumber air hangat atau panas banyak digunakan untuk pengobatan atau rehabilitasi karena diyakini bisa memberi efek terapi

No comments:

Post a Comment