Friday 31 August 2018

Candi Bubrah di Kompleks TWC Prambanan


Kali ini saya akan berkunjung ke Candi Bubrah, candi ini berada di Kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, oleh karena itu pintu masuk Candi Bubrah menuju Candi Prambanan atau Percandian Rara Jonggrang. Jadi Komplek Taman Wisata Candi Prambanan bukan hanya Candi Prambanan saja namun ada Candi Bubrah, Candi Lumbung dan Candi Sewu. Hanya mungkin kalah pamor saja dibandingkan Candi Prambanan, untuk mencapai ke Candi Bubrah bisa diakses melalui jalan kaki atau menyewa sepeda. 

Plate Name Candi Bubrah sebelah barat

Candi Bubrah secara letak administratif berada di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Tidak banyak informasi mengenai sejarah keberadaan Candi Bubrah ketika saya berkunjung ke candi tersebut selain petunjuk dan plate name candi. Dalam Bahasa Jawa kata "Bubrah" berarti Hancur atau berantakan, mungkin ketika diketemukan candi ini dalam keadaan hancur, candi yang berlatar agama Buddha ini, diperkirakan candi ini di bangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno sama halnya dengan Candi Sewu yang tidak jauh dari candi tersebut.

Siluet Candi Bubrah ketika matahari terbit, indah bukan?

Setelah pemugaran yang memang baru selesai wujud Candi Bubrah begitu menawan jauh dari kata hancur berantakan sesuai dengan kata "Bubrah" menurut BPCB Jateng, Candi Bubrah memiliki keunikan yang tidak dimiliki candi-candi Buddha lainnya. Antara lain, motif hiasan taman teratai yang mengisi lapik di bawah padmasina pada Dhyani Buddha. Jika saya amati keadaan Candi Bubrah setelah pemugaran banyak terselip batu-batu andesit baru, sebagai tambal sulam bagian yang mungkin sudah hilang. Wajar saya sangat sulit untuk menata ratusan batu bak puzzle yang harus dipecahkan. Terlihat pula sedikit relief-relief di dinding candi, dipintu masuk sepertinya ada hiasan kepala kala dan di tangga awal terdapat dua kepala naga yang didalam mulutnya seperti ada singa, disini pun saya melihat ada Jaladwara sebuah sistem pengairan dahulu kala.

Disini saya tidak berlama-lama ketika berkeliling candi ada seekor ular disela-sela batu andesit pada dinding kaki candi, takut ada sesuatu yang terjadi saya putuskan untuk menghindar dan melanjutkan perjalanan menuju Candi Lumbung.

Tidak lupa saya berfoto sebelum meninggalkan candi

Friday 24 August 2018

Monumen Yogya Kembali


Disaat selesai berkunjung ke Pantai Pandansari tujuan saya kembali ke Kota Yogyakarta, sekalian berkunjung ke Monumen Yogya Kembali walaupun memang waktu cukup terbatas. Dari Menara Suar Pantai Pandansari menuju Monumen Yogya Kembali berjarak sekitar 38 km di tempuh oleh kendaraan bermotor sekitar 60 menit. Angin yang cukup kencang dan cuaca yang tidak terlalu panas, membuat perjalanan saya terkantuk-kantuk. Waktu perjalanan pun terasa sangat lama karena motor saya bawa santai tidak terburu. Selalu mengandalkan Google Maps untuk berkunjung kemanapun, jalur yang saya lewati dari Menara Suar Pantai Pandansari menuju Monumen Jogja Kembali adalah melewati Jalan Pantai Samas, Jalan Srandakan, Jalan Brigjend Katamso, Jalan Diponegoro, menelusuri Jalan Gua Selarong, baru kita melewati Jalan Ring Road Selatan, Jalan Ring Road Barat lalu ke Jalan Ring Road Utara. Tidak sulit menemukan Monumen Yogya Kembali karena bentuk bangunannya yang unik.


Sesampainya di Monumen Jogja Kembali sudah sangat sore, sekitar 45 menit lagi akan tutup akibatnya saya tidak terlalu banyak ruangan yang saya eksplorasi karena keterbatasan waktu, memang untuk berkunjung ke Monumen Jogja kembali tidak direncanakan dalam liburan saya kali ini, hanya sekadar untuk mengisi kekosongan waktu.

Menurut sejarah Monumen Yogya Kembali ini dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 peletakan batu pertama dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Kolonel Soegiarto sebagai penggagas yang juga sebagai Walikota Yogyakarta pada tahun 1983 sebagai peringatan dari peristiwa sejarah ditariknya tentara kependudukan Belanda dari Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta saat itu tanggal 29 Juni 1949. Ini adalah awal bebasnya Bangsa Indonesia dari belenggu kekuasaan Pemerintah Belanda. Ada yang unik dari pembangunan Monumen Yogya Kembali ini, pembangunan Monumen Yogya Kembali tidak terlepas dari titik pusat secara garis lurus imajiner mengubungkan beberapa titik. Diantaranya adalah Gunung Merapi, Tugu Yogya. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Panggung Krapyak dan Pantai Parangtritis.


Diawal saya sudah katakan jika Monumen Yogya Kembali ini bangunannya cukup unik, monumen yang berdiri megah ini bentuk arsiteknya mengerucut seperti gunung yang bermakna kesuburan. Monumen ini terdiri dari 3 lantai, lantai pertama berisi museum, auditorium, perpustakaan dan cafe kemudian di lantai dua terdapat 10 diorama yang menggambarkan perjuangan rakyak Yogyakarta untuk mempertahankan Republik Indonesia dari pendudukan Belanda mulai dari Desember 1948 - Juli 1949. Kemudian disepanjang sisi tangga terdapat relief-relief sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan hingga pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia dari dunia internasional. Untuk lantai 3 saya sudah tidak bisa naik dikarenakan jam buka sudah habis sehingga kami tidak lama didalam Monumen Yogya Kembali, selebihnya saya mengelilingi sekitar halaman luar Monumen


Monumen Yogya Kembali.



Beberapa koleksi di Monumen Yogys Kembali

Lokasi Monumen Yogya Kembali 
Jalan Ring Road Utara, Sariharjo, Ngaglik Kab Sleman, D.I. Yogyakarta

Tuesday 7 August 2018

Menara Suar di Pantai Pandansari

Menara Suar (Mercusuar) yang berada di Pantai Pandansari

Puas bermain di Pantai Parangtritis saya melanjutkan perjalanan wisata, tetap masih menuju pantai namun ada yang beda disini saya akan berkunjung ke sebuah Pantai yang mempunyai menara suar atau sering yang kita sebut mercusuar, namanya Pantai Pandansari. Pantai Pandansari ini merupakan pantai yang masih berlokasi di Kabupaten Bantul tepatnya di Desa Patehan, Kelurahan Srigading, Kecamatan Sanden. Disebut Pantai Pandansari karena dipantai ini terdapat banyak tanaman pandan (Pandanus amaryllifolius) yang tumbuh liar, saya pun sedikit melihat tumbuhan pandan yang cukup besar dengan duri-duri nya berada di pantai, namun cukup kering mungkin karena musim kemarau.


Jarak dari Pantai Parangtritis dengan Pantai Pandansari sekitar 14 km dengan waktu tempuh 24-30 menit, menelusuri jalan Parangtritis kemudian melewati Jembatan Kretek, bergerak ke kiri menuju jalan Pantai Samas ouh ya jalur menuju Pantai Pandansari sama seperti menuju Pantai Samas jalan baru ini diproyeksikan sebagai jalan utama menuju Bandara Kulon Progo NYIA (New Yogyakarta International Airport) yang sedang di bangun Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta. Disepanjang jalan dekat Pantai Samas atau menuju Pantai Pandansari terdapat tempat wisata bunga matahari tersebar dibeberapa titik, cocok untuk penggemar selfie. Berbagai bunga warna warni menyegarkan mata kita, banyak juga yang berkunjung mungkin karena high season seperti sekarang ini. 

Hanya membayar Rp10.000,- untuk tiket masuk Pantai Pandansari. Suasana Pantai Pandansari tidak terlalu ramai seperti Pantai Parangtritis, justru ini yang saya inginkan, namun untuk berenang cukup riskan disini gelombangnya cukup tinggi dengan angin yang sangat kencang sangat beresiko jadi saya hanya foto-foto saja. Untuk fasilitas saya lihat kurang begitu lengkap belum dikelola dengan baik, saya melihat banyak sampah-sampah plastik yang berserakan di tepi pantai, pengunjung pun tidak terlalu ramai masih bisa dihitung dengan jari.

Pintu Masuk ke Menara Suar

Berlanjut kita menuju Menara Suar Pantai Pandansari, menara ini mempunyai tinggi sekitar 40 meter yang dikelola oleh kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kenavigasian. Namun disini bernama Menara Suar Samas bukan Pandansari, untuk Pantai Samas tersebut terletak di sebelah timur tidak jauh dari Pantai Pandansari. Cukup membayar Rp5.000,- kepada petugas jaga tanpa ada tiket atau semacam karcis. Menelusur anak tangga yang memutar cukup melelahkan juga menaiki tangga sekitar 40 meter bagi saya yang jarang berolahraga, sesekali menghela nafas, di beberapa bagian terdapat semacam jendela yang mengarah ke laut sehingga bisa melihat pemandangan diluar. Tak ketinggalan disudut dari menara suar sering dijumpai kotoran burung entah burung apa sehingga membuat aroma bau tidak sedap.

Suasana Pantai di separuh menara suar kita bisa liat pemandangan indah bukan

Tangga demi tangga ditelusuri akhrinya mencapai puncak, dipuncak terdapat lampu berputar nya rotator, namun saya tidak tahu apakah lampu tersebut masih berfungsi atau tidak, ketika keluar dari lampu tersebut, hembusan angin sangat-sangat kencang menerpa tubuh saya seakan-akan tersapu bukan tersipu. Akhir-akhir ini memang gelombang laut dan angin sangat begitu ganas, ketika berada di balkon menara suar pun saya harus berpegangan, sesekali mengabadikan momen tersebut sayang jika dilewatkan, akan tetapi kita harus menjaga keselamatan masing-masing karena cukup bahaya jika angin yang berhembus begitu kencang. 

Pemandangan yang indah bukan? (Dibelakang maksudnya) titik sisi sebelah barat dari pantai

Pemandangan dari titik sebelah timur pantai

Puas mengabadikan momen tersebut kita kembali turun dari menara suar tersebut, lelah naik turun tangga, sejenak duduk-duduk di bawah pohon, merasakan hembusan angin laut sambil memakan camilan yang sengaja saya bawa. Seharian puas berkunjung ke Gumuk Pasir Parangkusumo, Pantai Parangkusumo kemudian Pantai Parangtritis dan sekarang di Pantai Pandansari kita akan kembali ke Kota Yogyakarta, saya akan berkunjung ke Monumen Jogja Kembali jika masih buka.