Monday 20 July 2015

Keindahan Tersembunyi di Kraton Ratu Boko

Kraton Ratu Boko terletak sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan atau sekitar 19 km ke arah selatan dari kota Yogyakarta. Kawasan Kraton Ratu Boko berada diketinggian ± 195 mdpl. Kebetulan saya membeli tiket terusan selain berkunjung ke Candi Prambanan sayapun membeli tiket terusan menuju ke Kraton Ratu Boko dengan gratis disediakan transportasi.


Situs Ratu Boko sebenarnya bukan merupakan candi, melainkan reruntuhan sebuah kerajaan. Oleh karena itu, Situs Ratu Boko sering disebut juga Kraton Ratu Boko. Disebut Kraton Boko, karena menurut legenda situs tersebut merupakan istana Ratu Boko, ayah Lara Jonggrang. Kata 'kraton' berasal dari kata Ka-ra-tu-an yang berarti istana raja. Diperkirakan situs Ratu Boko dibangun pada abad ke-8 oleh Wangsa Syailendra yang beragama Buddha, namun kemudian diambil alih oleh raja-raja Mataram Hindu. Peralihan 'pemilik' tersebut menyebabkan bangunan Kraton Ratu Boko dipengaruhi oleh Hinduisme dan Buddhisme.


Site Map Kraton Ratu Boko yang ada pintu masuk pemeriksaan tiket

SEJARAH SINGKAT
Kraton Ratu Boko ditemukan pertama kali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Pada tahun 1790 Van Boeckholtz menemukan kembali reruntuhan bangunan kuno tersebut. Penemuannya dipublikasikan sehingga menarik minat para ilmuwan seperti Makenzie, Junghun, dan Brumun yang melakukan pencatatan di situs tersebut pada tahun 1814. Pada awal abad ke-20, situs Ratu Baka diteliti kembali oleh FDK Bosch. Hasil penelitiannya dilaporkan dalam tulisan berjudul Keraton Van Ratoe Boko. Ketika Mackenzie mengadakan penelitian, ia menemukan sebuah patung yang menggambarkan seorang laki-laki dan perempuan berkepala dewa sedang berpeluk-pelukan. Dan di antara tumpukan batu juga diketemukan sebuah tiang batu bergambar binatang-binatang, seperti gajah, kuda dan lain-lain.

Di situs Ratu Boko ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 792 M yang dinamakan Prasasti Abhayagiriwihara. Isi prasasti tersebut mendasari dugaan bahwa Kraton Ratu Boko dibangun oleh Rakai Panangkaran. Prasasti Abhayagiriwihara ditulis menggunakan huruh pranagari, yang merupakan salah satu ciri prasasti Buddha. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Tejapurnama Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaran, telah memerintahkan pembangunan Abhayagiriwihara. Nama yang sama juga disebut-sebut dalam Prasasti Kalasan (779 M), Prasati Mantyasih (907 M), dan Prasasti Wanua Tengah III (908 M). Menurut para pakar, kata abhaya berarti tanpa hagaya atau damai, giri berarti gunung atau bukit. Dengan demikian, Abhayagiriwihara berarti biara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh kedamaian. Pada pemerintahan Rakai Walaing Pu Kombayoni, yaitu tahun 898-908, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Kraton Walaing.

Kraton Ratu Boko yang menempati lahan yang cukup luas tersebut terdiri atas beberapa kelompok bangunan. Sebagian besar di antaranya saat ini hanya berupa reruntuhan.

Gerbang
Gerbang masuk ke kawasan wisata Ratu Baka terletak di sisi barat. Kelompok gerbang ini terletak di tempat yang cukup tinggi, sehingga dari tempat parkir kendaraan, orang harus melalui jalan menanjak sejauh sekitar 100 m. Pintu masuk terdiri atas dua gerbang, yaitu gerbang luar dan gerbang dalam. Gerbang dalam, yang ukurannya lebih besar merupakan gerbang utama.


Gerbang luar terdiri atas 3 gapura paduraksa yang berjajar arah utara-selatan, berhimpitan menghadap ke timur. Gapura terbesar, yang merupakan gapura utama, terletak di antara dua gapura pengapit. Ketiga gapura tersebut terletak di teras yang tinggi, sehingga untuk sampai ke pelataran teras orang harus menaiki dua tangga batu, masing-masing setinggi sekitar 2,5 m. Dinding teras diberi penguat berupa turap yang terbuat dari susunan batu andesit. Tak satupun dari ketiga gapura tersebut yang atapnya masih utuh, sehingga tidak diketahui bentuk aslinya.


Sekitar 15 m dari gerbang luar berdiri gerbang dalam atau gerbang utama. Gerbang ini terdiri atas 5 gapura paduraksa yang bebaris sejajar dengan gerbang luar. Gapura utama diapit oleh dua gapura pengapit di setiap sisi. Walaupun gerbang dalam ini terdiri atas lima gapura, namun tangga yang tersedia hanya tiga. Dua gapura pengapit yang kecil tidak dihubungkan dengan tangga. Tangga naik dilengkapi dengan pipi tangga dengan hiasan 'ukel' (gelung) di pangkal dan kepala raksasa di puncak pipi tangga. Dinding luar pipi tangga juga dihiasi dengan pahatan bermotif bunga dan sulur-suluran. Atap gapura utama sudah hilang sehingga tidak diketahui bentuk aslinya, namun atap gapura pengapit yang masih utuh berbentuk limasan dengan puncak berbentuk ratna.

Candi Batukapur

Sekitar 45 m dari gerbang pertama, ke arah timur laut, terdapat fondasi berukuran 5x5 m2 yang dibangun dari batu kapur. Diperkirakan bahwa dinding dan atap bangunan aslinya tidak terbuat dari batu, melainkan dari bahan lain yang mudah rusak, seperti kayu dan sirap atau genteng biasa.

Candi pembakaran


Candi pembakaran berbentuk teras tanah berundak setinggi 3 m. Letaknya sekitar 37 m ke arah timur laut dari gerbang utama. Bangunan ini berdenah dasar bujur sangkar dengan luas 26 m2. Teras kedua lebih sempit dari teras pertama, sehingga membentuk selasar di sekeliling teras kedua. Permukaan teras atas atau teras kedua merupakan pelataran rumput. Dinding kedua teras berundak tersebut diperkuat dengan turap dari susunan batu kali. Di sisi barat terdapat tangga batu yang dilengkapi dengan pipi tangga.


Di tengah pelataran teras kedua terdapat semacam sumur berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 4X4 m2 yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat.


Di sudut tenggara candi pembakaran terdapat salah satu sumur tua yang konon merupakan sumber air suci.

Paseban


Paseban merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti tempat untuk menghadap raja (seba = menghadap). Bangunan ini terletak sekitar 45 m ke arah selatan dari gapur. Paseban merupakan teras yang dibangun dari batu andesit dengan tinggi 1,5 m, lebar 7 m dan panjang 38 m, membujur arah utara-selatan. Tangga naik ke lantai paseban terletak di sisi barat. Di berbagai tempat di permukaan lantai ditemukan 20 umpak fondasi tempat menancapkan tiang bangunan) dan 4 alur yang diperkirakan bekas tempat berdirinya dinding pembatas.

Pendapa


Sekitar 20 m dari paseban, arah selatan dari gapura, terdapat dinding batu setinggi setinggi 3 m yang memagari sebuah lahan dengan ukuran panjang 40 m dan lebar 30m. 


Di sisi utara, barat dan selatan pagar tersebut terdapat jalan masuk berupa gapura paduraksa (gapura beratap).

Di beberapa tempat di bagian luar dinding terdapat saluran pembuangan air, yang disebut jaladwara. Jaladwara ditemukan juga di candi Banyuniba dan Borobudur.


Dalam pagar batu tersebut terdapat dua teras yang dibangun menggunakan batu susunan andesit. Sepanjang tepi dinding dan di antara dua teras terdapat gang berlantai batu. Teras pertama disebut pendapa, berbentuk semacam panggung persegi setinggi 1,46 m, dengan ukuran luas 20 m2. 


Dalam bahasa Jawa, pendapa berarti ruang tamu atau hamparan lantai beratap yang umumnya terletak di bagian depan rumah. Tangga naik ke pendapa berada di sisi timur laut dan barat laut.

Diatas permukaan lantai pendapa terdapat 24 buah umpak batu.Teras kedua, yang disebut 'pringgitan' terletak di selatan pendapa. Pringgitan artinya ruang dalam atau ruang duduk. Pringgitan ini juga berdenah segi empat dengan luas 20 X 6 m. Di permukaan lantai pringgitan ditemukan 12 umpak batu.


Di luar dinding pendapa, arah tenggara, terdapat sebuah teras batu yang masih utuh. Di ujungnya terdapat 3 buah candi kecil yang digunakan sebagai tempat pemujaan. Bangunan yang di tengah, yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan kedua candi pengapitnya, adalah tempat untuk memuja Dewa Wisnu. Kedua candi yang mengapitnya, masing-masing, merupakan tempat memuja Syiwa dan Brahma.

Keputren

Keputren yang artinya tempat tinggal para putri letaknya di timur pendapa. Lingkungan keputren seluas 31 X 8 m dibatasi oleh pagar batu setinggi 2 m, namun sebagian besar pagar batu tersebut telah runtuh. Pintu masuk, berupa gapura paduraksa dengan hiasan Kalamakara di atas ambangnya, terletak di sisi timur dan barat.

Lingkungan keputren terbagi dua oleh tembok batu yang memiliki sebuah pintu penghubung. Dalam lingkungan pertama terdapat 3 buah kolam berbentuk persegi. Yang sebuah berbentuk bujur sangkar, berukuran lebih besar dibandingkan kedua kolam lainnya. Dua kolam yang lebih panjang bebentuk persegi panjang membujur arah utara-selatan.

Dalam lingkungan yang bersebelahan dengan tempat ketiga kolam persegi di atas berada, terdapat 8 kolam berbentuk bundar yang berjajar dalam 3 baris. 

Masih banyak dan luas Kraton Ratu Boko ini jika kita explore dibagian timur dari situs masih ada tempat-tempat yang belum saya kunjungi karena keterbatasan waktu




Beberapa photo yang saya ambil disekitar Kraton Ratu Boko. Setelah selesai berkunjung ke Keraton Ratu Boko kita kembali lagi ke Candi Prambanan untuk menikmati sore hari di pelataran Candi Prambanan

Source: Perpustakaan Nasional RI

Wednesday 15 July 2015

Museum Radya Pustaka tertua di Indonesia

Setelah tiba di Stasiun Purwosari saya berjalan menuju Jalan Brigjend Slamet Riyadi, tidak jauh dari Taman Sriwedari, tujuan utama saya berkunjung ke Museum Radya Pustaka.


Museum Radya Pustaka yang didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada 18 Oktober 1890 ini merupakan museum tertua yang ada di Indonesia.



Terletak satu kompleks dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, bangunan yang sekarang menjadi museum sebelumnya merupakan kediaman seorang warga negara Belanda yang bernama Johannes Busselaar.


Di depan gedung museum, para pengunjung akan menjumpai sebuah patung dada Rangga Warsita. Ia adalah seorang pujangga Keraton Surakarta yang sangat terkenal dan hidup pada Abad ke-19. Patung ini diresmikan oleh presiden Soekarno pada tahun 1953. Nama Rangga Warsita pun dijadikan sebagai Museum di Kota Semarang.


Tiket Masuk Museum Radya Pustaka

Kebetulan masih pagi pengunjung belum begitu penuh hanya ada dua rombongan siswa Sekolah Dasar yang sedang study tour, serta wisatawan asing.

Ruangan yang terdapat di dalam Museum Radya Pustaka Surakarta adalah ruang wayang berbagai jenis wayang dari dalam negeri, seperti wayang purwa, wayang gadog, wayang madya, wayang klithik, wayang sukat, dan wayang beber, berbagai wayang dari luar negeri pun menjadi bagian koleksi yang ditampilkan di ruang ini. ruang perunggu seperti patung dan gamelan, ruang perpustakaan Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan di sini mayoritas berbahasa Belanda dan Jawa, ruang arca, ruang memorial, ruang miniatur tempat menyimpan koleksi Panggung Songgobuwono, Maderenggo, Masjid Agung Demak, dan Astana Imogiri. Ruangan Entografi, di ruang yang paling luas ini, tersimpan gamelan agung  milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, ruang tosa aji atau ruang logam berharga. Di ruang ini, dipamerkan berbagai senjata yang terbuat dari logam, arca, serta miniatur-miniatur rumah joglo, rumah asli Jawa Tengah.

Museum Radya Pustaka memiliki koleksi yang terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit, gamelan, koleksi mata uang, keris, porcelain, batik dll


KRA Sosrodiningrat, pendiri Museum Radya Pustaka menyambut pengunjung dipintu masuk Museum





Beberapa arca-arca Hindu-Buddha antara lain terdapat arca Roro Jonggrang selain itu ada pula arca Boddhisatwa dan Siwa. Arca-arca ini ditemukan di sekitar daerah Surakarta







Koleksi-koleksi berbagai senjata keris, tombak dll yang ada di Museum Radya Pustaka


Piring sewon merupakan piring yang khusus dibuat untuk memperingati 1.000 hari meninggalnya seseorang,  biasanya anggota kerajaan






Miniatur arca yang terbuat dari logam


Gamelan, nampak disana ada pengunjung turis asing dengan tour guide



Koleksi uang ada sumbangan dari perorangan juga


Batik beserta design/motif


Alat tenun tradisional


Porcelain Napoleon Benda ini merupakan hadiah pemberian Napoleon Bonaparte untuk Paku Buwono IV pada 1811, pemberian itu menjadi kado kelahiran putra Paku Buwono IV. Hadiah lain dari Sang Jenderal Perancis adalah orgel atau kotak musik. Hadiah tersebut diberikan kepada Paku Buwono IV saat masih bertahta menjadi Raja Mataram Islam pada 1788-1820. Kedua benda koleksi berharga itu diletakkan di ruang sebelah kiri dari pintu masuk. Seluruhnya dikemas dalam kotak kaca agar terhindar dari debu

Pada tahun 2006, museum ini sempat menjadi pemberitaan karena sebagian koleksinya hilang. Koleksi yang asli telah ditukar dengan replika. Setelah melalui pencarian, sebagian dari koleksi yang hilang dapat ditemukan.

Museum Radya Pustaka Surakarta buka dari hari Selasa sampai Minggu
Senin: LIBUR
Selasa-Minggu: 08:30-14:00
Khusus hari Jum'at: 08:30-11:30
Tiket masuk Museum Radya Pustaka
Reguler: Rp 5.000,00

Jalan-jalan di Solo

Setelah tiba di Stasiun Purwosari saya berjalan ke Jalan Brigjend Slamet Riyadi menelusuri jalur pedestarian yang ada disebelah kanan jalan yang teduh dan cukup lebar, tujuan utama saya ingin berkunjung ke Museum Radya Pustaka. Jarak dari Stasiun Purwosari menuju Museum Radya Pustaka adalah sekitar 2.5 km cukup jauh juga jika berjalan, tapi tidak masalah bagi saya karena diperjalanan saya bisa melihat tempat-tempat yang belum saya kunjungi. Langkah demi langkah saya pun berjumpa dengan Solo Grand Mall, masih telalu pagi untuk kesana. Tidak jauh dari SGM ada Loji Gandrung

Ketika saya berjalan memang tidak disengaja saya melihat patung ini dari kejauhan, di halaman depan berdiri patung sesosok pria berpakaian penuh saku, bertopi bundar dan menggenggam pipa tembakau. Bangunan yang didominasi cat warna putih ini terasa istimewa. Loji itu sebutan untuk bangunan besar. Sementara nama Gandrung, disebutkan karena dulu, rumah ini milik seorang Belanda yang sering digunakan untuk menggelar pesta dansa hingga memadu kasih. Akhirnya, masyarakat sekitar menyebut bagunan ini Loji Gandrung. Loji Gandrung saat ini dipakai sebagai Rumah Dinas Walikota Surakarta.
Momen langka saya dapatkan, yak jika kita Liburan ke Solo, jangan kaget bila melihat kereta api melintas persis di tengah kota. Ada jalur kereta yang masih aktif digunakan hingga kini.
Salah satu daya tarik yang membuat penasaran jika ke Solo adalah keberadaan jalur kereta api. Biasanya lintasan kereta letaknya jauh dari keramaian. Di sini berbeda sekali. Jalur melintas justru berada di jalan Slamet Riyadi, yang notabene adalah jalan utama di kota Solo. Jalur ini masih aktif dilalui kereta di jam-jam tertentu. Saat melintas berjalan pelan berdampingan mobil, motor, bis, aktivitas warga. Sangat unik. Inilah salah satu keunikan yang barangkali di Indonesia, cuma ada di kota Solo. Jalur yang menghubungkan Stasiun Purwosari bagian barat Kota Surakarta hingga Kota Wonogiri dengan menggunakan KA Raibus Bathara Kresna

Railbus Bathara Kresna tujuan Stasiun Wonogiri melewati Jalan Brigjend Slamet Riyadi. 

Meski sekarang sudah banyak angkutan umum trayek Solo Wonogiri, tidak sedikit warga khususnya yang sering bepergian Solo ke Wonogiri memanfaatkan kereta ini. Salah satu alasan karena tiketnya lebih murah dan aman.

Melintas jalan raya berdampingan dengan kendaraan lain bukan berarti tanpa risiko. Apalagi sama sekali tidak ada pembatas aman yang memisahkan antara kereta saat melintas dengan kendaraan lain. Sempat menjadi keluhan setelah terjadi beberapa kali kecelakaan. Bahkan informasinya pernah ada usulan agar ditutup saja jalur ini. Tetapi setelah dievaluasi, kecelakaan yang terjadi lebih di sebabkan kelalaian pengendara non kereta tadi.
Kereta yang melintas sudah di atur kecepatannya sekitar 30 km/jam. disertai klakson berkali-kali, harusnya pengendara mobil, motor, sepeda, orang berjalan, sudah paham keberadaan kereta yang sedang melintas. Tidak berjalan berdekatan atau bahkan sengaja memotong jalur kereta. Jika kehati-hatian dipatuhi, pasti akan terhindar dari kecelakaan. Beberapa pemberitaan ada yang memarkirkan kendaraan tepat dipinggir rel kereta api, tak jarang Railbus Bathara Kresna berhenti dahulu. Pemandangan unik bagi saya yang baru melihat momen tersebut. 

Kemudian saya berjalan kembali melewati Stadion Sriwedari. Salah satu stadion bersejarah di Indonesia dimana Pekan Olah Raga Nasional (PON) Pertama tanggal 9-12 September 1948 di Solo

Berawal dari Stadion Sriwedari kemudian pada tanggal atas usul R. Maladi adalah mantan presiden PSSI periode 1950-1959. Maladi juga pernah menjadi penjaga gawang PSSI. Di dunia kesenian, Maladi seorang pencipta lagu keroncong. Pada masa awal kemerdekaan, Maladi memimpin Tentara Pelajar dalam pertempuran melawan Belanda yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 4 Hari di Solo.
Setelah meninggalnya Raden Maladi pada tanggal 30 April 2001, maka Stadion Sriwedari berganti nama menjadi Stadion R. Maladi.
Pada November 2011 stadion ini dikembalikan lagi namanya menjadi Stadion Sriwedari oleh Pemerintah Kota Solo dengan alasan kesejarahan.

Taman yang ada di Stadion Sriwedari 

Tertarik dengan sebuah pohon beringin ini.
Setelah beberapa saat melihat-lihat Stadion ini saya pun kembali berjalan, tidak jauh dari Taman Sriwedari ini saya sampai ke Museum Radya Pustaka.
Museum Radya Pustaka nampak depan. Untuk selengkapnya tentang Museum Radya Pustaka saya posting di bagian terpisah dari blog ini Museum Radya Pustaka 

Sekitar 90 menit saya berkunjung ke Museum Radya Pustaka saya kembali berjalan menelusuri pedestarian di Jalan Brigjend Slamet Riyadi, kali ini saya akan berkunjung ke Keraton Solo. Agak bingung juga saya mencari transportasi untuk menuju ke Keraton Solo. Jika akan jalan cukup jauh juga, mencari becak jarang yang lewat. Sambil berjalan saya lihat-lihat siapa tau ada yang lewat, sudah tanggung jalan ya akhirnya saya pun melanjutkan saja. Cukup melelahkan juga ketika saya sampai di Pasar Klewer di siang hari, apalagi kondisi terik matahari ditambah sedang puasa ramadan. Karena waktu yang cukup mepet dengan waktu tutup, saya membatalkan untuk berkunjung ke Keraton Solo ditambah kelelahan juga. Saya pun menuju Mesjid Ageng Keraton Surakarta untuk menunaikan Sholat Dzuhur, rasa kantuk pun menyerang maklum rasanya terhipnotis oleh orang-orang yang rebahan, tidur bahkan sampai mengorok...

Disadari tidak saya pun ikut tertidur sampai Adzan Ashar kaget dan malu juga ketika terbangun tapi sok cool aja, untung gak ngiler juga 😅. 

Menurut wikipedia Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubowono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Masjid ini merupakan masjid dengan katagori Masjid Jami', yaitu masjid yang digunakan untuk salat berjamaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten. Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai masjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan. 

Bagian dalam dari Masjid Ageng Keraton Surakarta setelah selesai Sholat Ashar

Atap dari Mesjid Ageng Keraton Surakarta dilihat dari sekilas nampak bangunan ini kebanyakan terbuat dari kayu. 

Waktu semakin sore saya harus bergegas ke Stasiun Solo Balapan setidaknya saya harus berbuka puasa dekat dengan Stasiun dikhawatirkan jalanan macet apalagi ketika waktu berbuka puasa ditambah KA Lodaya Malam yang akan saya naiki berangkat jam 19:00 dengan naik becak saya pun berangkat jarak tempuh tidak terlalu jauh, sekitar 2,5 km dari Masjid Keraton Surakarta. Rute yang dilewati mas becaknya lewat Jalan Hasyim Ashari, kemudian Jalan Brigjen Slamet Riyadi belok ke kanan menuju Jalan Imam Bonjol lalu ke Jalan Kusumoyudan. Sambil lihat-lihat Google Maps takut tersesat juga, lanjut ke Jalan Halmahera belok kanan menuju Jalan Letjen S. Parman lalu belok kiri ke Jalan Mongonsidi tiba di Stasiun Solo Balapan, tidak jauh dari Stasiun Balapan saya mencari kedai makanan yang khas tidak jauh dan tidak terlalu penuh. Namun apa daya jelang berbuka puasa suasana warung makanan yang saya tuju terlalu crowded banyak yang pesan apalagi saya cuma seorang. Makan sendiri lagi cari lagi yang tidak terlalu penuh, akhirnya saya ketemu dengan restoran makanan padang. Setelah menunggu adzan maghrib pun tiba saatnya untuk berbuka puasa, cukup lahap saya makan, mungkin karena lapar dan selera dengan nasi padang cocok rasanya dengan lidah saya. Biasanya makanan khas Yogyakarta atau Solo kebanyakan manis-manis kurang dengan lidah saya yang kesundaan. 

Alhamdulillah makan pun selesai, saya kembali menuju Stasiun Solo Balapan untuk check in sekalian Sholat Maghrib. Tidak seperti Stasiun Yogyakarta, stasiun Solo Balapan cukup tenang tidak terlalu penuh dengan penumpang baik diruang tunggu sebelum check in maupun ketika di peron.

Masuk ke peron dengan pemeriksaan tiket dan tanda pengenal terlebih dahulu

Tiket promo KA Lodaya Malam 81 keberangkatan jam 19:00. Setelah pemeriksaam tiket saya menuju Musholla untuk menjalankan Sholat Maghrib

Suasana sepi di Stasiun Solo Balapan, nampak dari jauh KA Madiun Jaya. Jam 18:22 KA Lodaya Malam 81 ditarik menuju peron jalur 4 saya pun bersiap masuk KA

Ini kelas Bisnis KA Lodaya Malam 81 masih sepi belum banyak penumpang yang naik, biasanya kereta api akan penuh jika masuk Stasiun Yogyakarta. Tepat jam 19:00 KA Lodaya Malam 81 pun diberangkatkan dari Stasiun Solo Balapan beruntung saya dalam satu bangku sendirian. Sekitar satu jam setelah perjalanan KA tiba di Stasiun Yogyakarta, cukup banyak penumpang yang naik. Setelah beberapa saat kereta diberangkatkan lagi dan saya bisa tidur juga cukup lama dalam perjalanan tersebut. Sampai jam 02:51 saya terbangun ada prami yang menawarkan menu sahur lalu memesan Nasi Goreng Parahyangan dengan teh hangat untuk menu sahur saya.


Menu Sahur saya rasanya enak tapi tidak cukup mengenyangkan bagi saya, kurang porsinya 😀 


Tidak banyak yang saya ketahui posisi kereta api didaerah mana setelah makan sahur pun saya tertidur lagi yang saya tau terdengar announcer posisi kereta api sudah berada di Stasiun Kiaracondong, hampir sampai di tujuan akhir sambil siap-siap agar jangan sampai barang bawaan tertinggal dala kereta. Jam 04:11 KA Lodaya Malam 81 sampai di tujuan akhir Stasiun Bandung. Turun dari kereta api kemudian keluar stasiun lewat pintu selatan untuk masuk kembali ke loket pembelian tiket KA Lokal Bandung Raya tujuan Cimahi jadwal keberangkatan pertama jam 04:30

Suasana KA Lokal Bandung Raya pertama sepi, jam 04:30 KA diberangkatkan dan tiba 11 menit tepat jam 04:41 di Stasiun Cimahi 

Saya pun berjalan dari Stasiun menuju rumah.