Wednesday 15 July 2015

Jalan-jalan di Solo

Setelah tiba di Stasiun Purwosari saya berjalan ke Jalan Brigjend Slamet Riyadi menelusuri jalur pedestarian yang ada disebelah kanan jalan yang teduh dan cukup lebar, tujuan utama saya ingin berkunjung ke Museum Radya Pustaka. Jarak dari Stasiun Purwosari menuju Museum Radya Pustaka adalah sekitar 2.5 km cukup jauh juga jika berjalan, tapi tidak masalah bagi saya karena diperjalanan saya bisa melihat tempat-tempat yang belum saya kunjungi. Langkah demi langkah saya pun berjumpa dengan Solo Grand Mall, masih telalu pagi untuk kesana. Tidak jauh dari SGM ada Loji Gandrung

Ketika saya berjalan memang tidak disengaja saya melihat patung ini dari kejauhan, di halaman depan berdiri patung sesosok pria berpakaian penuh saku, bertopi bundar dan menggenggam pipa tembakau. Bangunan yang didominasi cat warna putih ini terasa istimewa. Loji itu sebutan untuk bangunan besar. Sementara nama Gandrung, disebutkan karena dulu, rumah ini milik seorang Belanda yang sering digunakan untuk menggelar pesta dansa hingga memadu kasih. Akhirnya, masyarakat sekitar menyebut bagunan ini Loji Gandrung. Loji Gandrung saat ini dipakai sebagai Rumah Dinas Walikota Surakarta.
Momen langka saya dapatkan, yak jika kita Liburan ke Solo, jangan kaget bila melihat kereta api melintas persis di tengah kota. Ada jalur kereta yang masih aktif digunakan hingga kini.
Salah satu daya tarik yang membuat penasaran jika ke Solo adalah keberadaan jalur kereta api. Biasanya lintasan kereta letaknya jauh dari keramaian. Di sini berbeda sekali. Jalur melintas justru berada di jalan Slamet Riyadi, yang notabene adalah jalan utama di kota Solo. Jalur ini masih aktif dilalui kereta di jam-jam tertentu. Saat melintas berjalan pelan berdampingan mobil, motor, bis, aktivitas warga. Sangat unik. Inilah salah satu keunikan yang barangkali di Indonesia, cuma ada di kota Solo. Jalur yang menghubungkan Stasiun Purwosari bagian barat Kota Surakarta hingga Kota Wonogiri dengan menggunakan KA Raibus Bathara Kresna

Railbus Bathara Kresna tujuan Stasiun Wonogiri melewati Jalan Brigjend Slamet Riyadi. 

Meski sekarang sudah banyak angkutan umum trayek Solo Wonogiri, tidak sedikit warga khususnya yang sering bepergian Solo ke Wonogiri memanfaatkan kereta ini. Salah satu alasan karena tiketnya lebih murah dan aman.

Melintas jalan raya berdampingan dengan kendaraan lain bukan berarti tanpa risiko. Apalagi sama sekali tidak ada pembatas aman yang memisahkan antara kereta saat melintas dengan kendaraan lain. Sempat menjadi keluhan setelah terjadi beberapa kali kecelakaan. Bahkan informasinya pernah ada usulan agar ditutup saja jalur ini. Tetapi setelah dievaluasi, kecelakaan yang terjadi lebih di sebabkan kelalaian pengendara non kereta tadi.
Kereta yang melintas sudah di atur kecepatannya sekitar 30 km/jam. disertai klakson berkali-kali, harusnya pengendara mobil, motor, sepeda, orang berjalan, sudah paham keberadaan kereta yang sedang melintas. Tidak berjalan berdekatan atau bahkan sengaja memotong jalur kereta. Jika kehati-hatian dipatuhi, pasti akan terhindar dari kecelakaan. Beberapa pemberitaan ada yang memarkirkan kendaraan tepat dipinggir rel kereta api, tak jarang Railbus Bathara Kresna berhenti dahulu. Pemandangan unik bagi saya yang baru melihat momen tersebut. 

Kemudian saya berjalan kembali melewati Stadion Sriwedari. Salah satu stadion bersejarah di Indonesia dimana Pekan Olah Raga Nasional (PON) Pertama tanggal 9-12 September 1948 di Solo

Berawal dari Stadion Sriwedari kemudian pada tanggal atas usul R. Maladi adalah mantan presiden PSSI periode 1950-1959. Maladi juga pernah menjadi penjaga gawang PSSI. Di dunia kesenian, Maladi seorang pencipta lagu keroncong. Pada masa awal kemerdekaan, Maladi memimpin Tentara Pelajar dalam pertempuran melawan Belanda yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 4 Hari di Solo.
Setelah meninggalnya Raden Maladi pada tanggal 30 April 2001, maka Stadion Sriwedari berganti nama menjadi Stadion R. Maladi.
Pada November 2011 stadion ini dikembalikan lagi namanya menjadi Stadion Sriwedari oleh Pemerintah Kota Solo dengan alasan kesejarahan.

Taman yang ada di Stadion Sriwedari 

Tertarik dengan sebuah pohon beringin ini.
Setelah beberapa saat melihat-lihat Stadion ini saya pun kembali berjalan, tidak jauh dari Taman Sriwedari ini saya sampai ke Museum Radya Pustaka.
Museum Radya Pustaka nampak depan. Untuk selengkapnya tentang Museum Radya Pustaka saya posting di bagian terpisah dari blog ini Museum Radya Pustaka 

Sekitar 90 menit saya berkunjung ke Museum Radya Pustaka saya kembali berjalan menelusuri pedestarian di Jalan Brigjend Slamet Riyadi, kali ini saya akan berkunjung ke Keraton Solo. Agak bingung juga saya mencari transportasi untuk menuju ke Keraton Solo. Jika akan jalan cukup jauh juga, mencari becak jarang yang lewat. Sambil berjalan saya lihat-lihat siapa tau ada yang lewat, sudah tanggung jalan ya akhirnya saya pun melanjutkan saja. Cukup melelahkan juga ketika saya sampai di Pasar Klewer di siang hari, apalagi kondisi terik matahari ditambah sedang puasa ramadan. Karena waktu yang cukup mepet dengan waktu tutup, saya membatalkan untuk berkunjung ke Keraton Solo ditambah kelelahan juga. Saya pun menuju Mesjid Ageng Keraton Surakarta untuk menunaikan Sholat Dzuhur, rasa kantuk pun menyerang maklum rasanya terhipnotis oleh orang-orang yang rebahan, tidur bahkan sampai mengorok...

Disadari tidak saya pun ikut tertidur sampai Adzan Ashar kaget dan malu juga ketika terbangun tapi sok cool aja, untung gak ngiler juga 😅. 

Menurut wikipedia Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubowono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Masjid ini merupakan masjid dengan katagori Masjid Jami', yaitu masjid yang digunakan untuk salat berjamaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten. Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai masjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan. 

Bagian dalam dari Masjid Ageng Keraton Surakarta setelah selesai Sholat Ashar

Atap dari Mesjid Ageng Keraton Surakarta dilihat dari sekilas nampak bangunan ini kebanyakan terbuat dari kayu. 

Waktu semakin sore saya harus bergegas ke Stasiun Solo Balapan setidaknya saya harus berbuka puasa dekat dengan Stasiun dikhawatirkan jalanan macet apalagi ketika waktu berbuka puasa ditambah KA Lodaya Malam yang akan saya naiki berangkat jam 19:00 dengan naik becak saya pun berangkat jarak tempuh tidak terlalu jauh, sekitar 2,5 km dari Masjid Keraton Surakarta. Rute yang dilewati mas becaknya lewat Jalan Hasyim Ashari, kemudian Jalan Brigjen Slamet Riyadi belok ke kanan menuju Jalan Imam Bonjol lalu ke Jalan Kusumoyudan. Sambil lihat-lihat Google Maps takut tersesat juga, lanjut ke Jalan Halmahera belok kanan menuju Jalan Letjen S. Parman lalu belok kiri ke Jalan Mongonsidi tiba di Stasiun Solo Balapan, tidak jauh dari Stasiun Balapan saya mencari kedai makanan yang khas tidak jauh dan tidak terlalu penuh. Namun apa daya jelang berbuka puasa suasana warung makanan yang saya tuju terlalu crowded banyak yang pesan apalagi saya cuma seorang. Makan sendiri lagi cari lagi yang tidak terlalu penuh, akhirnya saya ketemu dengan restoran makanan padang. Setelah menunggu adzan maghrib pun tiba saatnya untuk berbuka puasa, cukup lahap saya makan, mungkin karena lapar dan selera dengan nasi padang cocok rasanya dengan lidah saya. Biasanya makanan khas Yogyakarta atau Solo kebanyakan manis-manis kurang dengan lidah saya yang kesundaan. 

Alhamdulillah makan pun selesai, saya kembali menuju Stasiun Solo Balapan untuk check in sekalian Sholat Maghrib. Tidak seperti Stasiun Yogyakarta, stasiun Solo Balapan cukup tenang tidak terlalu penuh dengan penumpang baik diruang tunggu sebelum check in maupun ketika di peron.

Masuk ke peron dengan pemeriksaan tiket dan tanda pengenal terlebih dahulu

Tiket promo KA Lodaya Malam 81 keberangkatan jam 19:00. Setelah pemeriksaam tiket saya menuju Musholla untuk menjalankan Sholat Maghrib

Suasana sepi di Stasiun Solo Balapan, nampak dari jauh KA Madiun Jaya. Jam 18:22 KA Lodaya Malam 81 ditarik menuju peron jalur 4 saya pun bersiap masuk KA

Ini kelas Bisnis KA Lodaya Malam 81 masih sepi belum banyak penumpang yang naik, biasanya kereta api akan penuh jika masuk Stasiun Yogyakarta. Tepat jam 19:00 KA Lodaya Malam 81 pun diberangkatkan dari Stasiun Solo Balapan beruntung saya dalam satu bangku sendirian. Sekitar satu jam setelah perjalanan KA tiba di Stasiun Yogyakarta, cukup banyak penumpang yang naik. Setelah beberapa saat kereta diberangkatkan lagi dan saya bisa tidur juga cukup lama dalam perjalanan tersebut. Sampai jam 02:51 saya terbangun ada prami yang menawarkan menu sahur lalu memesan Nasi Goreng Parahyangan dengan teh hangat untuk menu sahur saya.


Menu Sahur saya rasanya enak tapi tidak cukup mengenyangkan bagi saya, kurang porsinya 😀 


Tidak banyak yang saya ketahui posisi kereta api didaerah mana setelah makan sahur pun saya tertidur lagi yang saya tau terdengar announcer posisi kereta api sudah berada di Stasiun Kiaracondong, hampir sampai di tujuan akhir sambil siap-siap agar jangan sampai barang bawaan tertinggal dala kereta. Jam 04:11 KA Lodaya Malam 81 sampai di tujuan akhir Stasiun Bandung. Turun dari kereta api kemudian keluar stasiun lewat pintu selatan untuk masuk kembali ke loket pembelian tiket KA Lokal Bandung Raya tujuan Cimahi jadwal keberangkatan pertama jam 04:30

Suasana KA Lokal Bandung Raya pertama sepi, jam 04:30 KA diberangkatkan dan tiba 11 menit tepat jam 04:41 di Stasiun Cimahi 

Saya pun berjalan dari Stasiun menuju rumah. 

1 comment: