Saturday 16 December 2017

Museum Pos Indonesia


Setelah berkunjung ke Museum Mandala Wangsit saya menuju destinasi museum selanjutnya yaitu Museum Pos Indonesia. Terletak di Jalan Cilaki No. 73 Bandung , Jawa Barat masih satu kompleks dengan Gedung Sate.


Museum bersejarah ini sudah berdiri sejak zaman Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1933. Awalnya, bangunan yang didesain oleh duo arsitek J. Berger dan Leutdsgebouwdienst ini bernama Pos Telegrap dan Telepon (PTT).


Mengenal Kepala dan Wakil Pos, Telepon dan Telegrap (PTT)

Mas Soeharto dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1901 di Pacitan, Jawa Timur. Pendidikan HIS di Kintelen dan MULO Yogyakarta tahun 1919, mulai bekerja di Kantor Pos Semarang. Selanjutnya menjadi kepala Kantor Pos dan Telegrap (PTT) di Tegal tahun 1937. Ditahun 1938 dipindahkan ke kantor pusat PTT, Mas Soeharto menjadi kepala "Bereau Matereel Beheer en Magazijndienst" (Biro Pengurusan Material dan Dinas Pergudangan) . Selanjutnya beliau diangkat menjadi kepala jawatan PTT pertama dengan wakilnya R. Dijar. Setelah melakukan perebutan kantor pusat PTT dari tangan jepang tanpa pertumpahan darah psda tanggal 27 September 1945. 

Mas Soeharto telah mengorbankan segala-galanya, manusia pada umumnya mendapat penghormatan terakhir dirumah dukanya, tetapi Mas Soeharto tidak lagi ditemukan jasadnya, namun Mas Soeharto merupakan pahlawan PTT yang besar yang diratapi oleh seluruh anak buahnya termasuk pejabat Pemerintahan RI. 

Untuk mengenang direktur PTT Perjuangan, Mas Soeharto bertepatan dengan ulang tahun PTT yang ke 10 tanggal 27 September 1955 diterbitkan perangko seri Mas Soeharto yang terdiri dari pecahan 15, 35, 50, 75 sen. 

Pada tanggal 27 September 1962, hari ulang tahun PTT ke 17 diadakan upacara penyerahan Bintang Maha Putra tingkat III kepada Almarhum Mas Soeharto

R. Dijar lahir pada tanggal 10 April 1901 sesudah menamatkan sekolah MULO dengan mata pelajaran bahasa Perancis, R. Dijar mengikuti kursus kamis (1920) pada tanggal 28 Juli 1920 masuk menjadi pegawai PTT. R. Dijar mempersunting Raden Roro Soendari dan dikaruniai 5 orang anak, 4 perempuan dan 1 laki-laki.

Selanjutnya R. Dijar mendapat kesempatan mengikuti kursus kontrolir (1922) sebagai seorang pribumi dan tamat mendapat pangkat kontrolir ketiga. Setelah naik pangkat R. Dijar menjabat sebagai kepala Pos dan Telegrap Bondowoso, Jawa Timur. Tahun 1932 kepala PTT Muara Enim, tahun 1934 Kepala PTT Wonosobo. R. Dijar adalah seorang nasionalis yang memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, tahun 1945 R. Dijar menjabat sebagai deputi kepala urusan pos. Ketika itu tentara Jepang memberi penghargaan bintang "Gunzei Hoosisyoo Otsu Kozim Dai Ni Go" lambang kebaktian kepada pemerintah Jepang. Pada tanggal 27 September 1945 ketika kator pusat PTT berhasil direbut oleh AMPTT dari tangan Jepang. R. Dijar diangkat menjadi wakil kepala pusat jawatan PTT RI. Ketika situasi keamanan di Bandung sudah menjadi lautan api, R Dijar mengungsi ke Yogyakarta bersama As Soeharto dan berkantor di Jalan Gemblakan No. 47 selama perang berlangsung R. Dijar menjabat kepala urusan Eksploitasi Pos dan Telegrap kantor PTT Yogyakarta. R. Dijat ditangkap oleh pasukan I.V.G. Belanda (Inlichtingen Voor Gezocheen) setelah Mas Soeharto diculik tanggal 17 Januari 1949.

Pada tanggal 1 Juli 1949 tentara pendudukan Belanda meninggalkan Yogyakarta dan Pemerintahan RI dipulihkan kembali, R. Dijar yang menjadi kepala jawatan PTT RI dengan dibentuknya Negara Republik Indonesia Serikat pada pimpinan Jawatan PTT R. Dijar menjabat sebagai kepala Bedrijf (Perusahaan) Pos nama jawatan ini pada awal Januari 1954 berubah menjadi Perusahaan Pos. R. Dijar pada tanggal 27 September 1976 jam 08:30 menerima penghargaan Satya Lenca Perjuangan Kemerdekaan. R. Dijar meninggal pada tanggal 25 Juli 1979


Pada saat perpindahan kekuasaan Indonesia dari pihak Belanda ke Jepang, Museum Pos Indonesia beserta koleksi benda pos yang ada di dalamnya tidak terawat baik. Bahkan ketika Indonesia meraih kemerdekaan, museum ini tidak kunjung diperbaiki dan barang-barang koleksi museum dibiarkan terbengkalai.
Hingga pada tahun 1980, Perum Pos dan Giro mengambil inisiatif membentuk panitia guna memperbaiki dan merawat benda-benda koleksi museum yang bernilai tinggi. Tepat di Hari Bhakti Postel ke-38, yakni 27 September 1983, Museum PTT akhirnya resmi berubah nama menjadi Museum Pos dan Giro. Peresmian museum ini dilakukan oleh Achmad Tahir, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) pada masa itu.

Untuk filatelis, Museum Pos dan Giro menjadi tempat yang wajib dikunjungi. Museum yang namanya berubah kembali di tahun 1995 menjadi Museum Pos Indonesia ini memiliki koleksi ribuan perangko dari penjuru dunia.

Perangko seri Presiden RI pertama Ir. Soekarno


Perangko seri Pacific Asia Travel Association (PATA) tahun 1974


Perangko seri Thomas and Uber Cup


Perangko seri Hindia Belanda


Perangko seri Ratu Wilhelmina tahun 1938


Perangko dari berbagai negara tersusun rapi berdasarkan alfabet


Lemari yang berjajar ini jika dibuka berisi perangko


Koleksi yang ditampilkan di museum ini tidak hanya perangko. Benda-benda pos seperti timbangan surat dan sepeda pak pos juga turut dipamerkan. Perkembangan baju dinas serta peralatan pos dari zaman kolonial hingga sekarang.

Sepeda-sepeda yang dipakai untuk mengirimkan surat dll


Banyak sekali koleksi timbangan, ini salah satunya



Pada bagian lain dari museum ini, terdapat ruang yang memamerkan surat emas, surat dari berbagai raja-raja nusantara kepada para Komandan dan Jendral Belanda. Surat emas menjadi catatan sejarah perkembangan surat di tanah air. Melalui surat-surat
ini, kita bisa melihat cara komunikasi raja-raja di nusantara dengan para penjajah.

Umur surat-surat emas yang sebelumnya berada di salah satu museum di Inggris ini diperkirakan berkisar ratusan tahun yang lalu. Inggris menyimpan surat-surat berharga raja-raja nusantara karena memang hampir semua surat yang dipamerkan ditujukan untuk Gubernur-Jenderal Inggris Thomas Stamford Bingley Raffles.



Museum ini memiliki beberapa ruangan terpisah yang setiap ruangannya menyimpan koleksi benda pos yang masih terawat dengan baik. 

Mesin penjual perangko dari Jerman


Anda dapat mengunjungi museum ini setiap hari Senin-Jumat 08:00-16:00 Sabtu 08:00-13:00 untuk Minggu Tutup. Tidak ada tiket masuk gratis hanya mengisi daftar kunjungan.

Museum Pos Indonesia menjadi alternatif wisata bersama keluarga dan mengenalkan benda-benda pos bersejarah kepada anak-anak yang tentu saja bisa menambah pengetahuan mengenai sejarah dunia pos Indonesia

1 comment:

  1. […] Gedung Sate dan Gedung Pos, Telepon dan Telegraf (PTT) sekarang PT Pos Indonesia (Baca juga Museum Pos Indonesia) Gedung yang direncanakan lainya tidak dibuat karena terjadi resesi […]

    ReplyDelete