Wednesday 8 November 2017

Bandung Air Show 2017

Bandung Air Show kembali digelar pada 9-12 November 2017 ini adalah event yang ke-4 diawali tahun 2010, 2012, 2015 dan sekarang 2017. Saya pribadi, ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke event ini. Di hari terakhir 12 November 2017 saya berkunjung sangat penuh ketika akan membeli tiket masuk Bandung Air Show 2017 antrian mengular di beberapa tiket box yang disediakan panitia. Harga Tiket masuk Bandung Air Show Rp 20.000,- untuk umum dewasa.


Tiket Masuk Bandung Air Show 2012


Tiket Masuk Bandung Air Show 2015


Tiket Masuk Bandung Air Show 2017

Yang saya tunggu tentu saja aksi pertunjukan akrobatik Bandung Air Show 2017, ketika menunggu antrian membeli tiket masuk, sedang berlangsung air terjun kemudian ada pertunjukan Tim Dynamic Pegasus yang menggunakan lima Heli Colibri 120 dari skuadron udara 7 Lanud Kalijati Subang




Sekitar 30 menit penampilan Dynamic Pegasus sangat memukau penonton

Tidak hanya aerobatic show ada juga static show yang menampilkan pesawat dan helikopter 






Berbagai macam pesawat yang ada di Bandung Air Show 2017


Ada N 250 tepat dibackstage "Krincingwesi"


Prototype ke 2 dari Proyek N 250


Aerobatic dengan pesawat bermesin satu, walaupun cuaca sangat terik tidak mengurangi antusias para penonton di Bandung Air Show 2017. Sayang saya tidak beruntung tidak bisa menyaksikan akrobatik dari tiga pesawat Super Tucano dari Skuadron 21 Lanud Abdurahman Saleh Malang. Karena dipagi hari sudah meninggalkan Bandara Husein Sastranegara, Bandung


Ada penampilan paramotor juga

Di Bandung Air Show 2017 pula ada stand pameran di Hanggar 1 dan Hanggar 2 yang berisi simulasi terbang N 219 kemudian dari PT Pindad, Sekolah Penerbangan, Diving, wahana 6D, kemudian prototype roket dari Pindad DISLITBANGAU dll. 


Disepanjang hanggar banyak terdapat stand makanan sehingga tidak perlu khawatir kelaperan.



Sesekali melihat pesawat komersi yang take off maupun landing


Apron Bandara Husein Sastranegara 

Di depan sebelum pintu masuk Bandung Air Show 2017 terdapat biografi dari Husein Sastranegara.

Komodor Muda Udara Husein Sastranegara dilahirkan di Majalaja, Cianjur pada tanggal 20 Januari 1919 Ibunya bernama Lasminingrum dan Ayahnya bernama Rd. Ishak Sastranegara yang saat itu menjabat sebagai Patih Tasikmalaja. Husein Sastranegara menempuh beberapa pendidikan semasa hidupnya yaitu Europeesche Lagere School (ELS) adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajarnya. ELS atau Sekolah Rendah Eropa tersebut diperuntukkan bagi keturunan peranakan Eropa, keturunan timur asing atau pribumi dari tokoh terkemuka.ELS yang pertama didirikan pada tahun 1817 dengan masa sekolah 7 tahun. Husein kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Middelbare School dan HBS (Hogere Burgerschool) yang terletak di Jakarta.

Husein mendapatkan brevet penerbangannya yaitu klein Militair Brevet di Sekolah Luchtvaart Afdeling, Kalijati. Sebelum memasuki Militaire Luctvaart School atau Luctvaart Afdeling di Kalijati. Husein sempat mengenyam pendisikan si THS (Technische Hoogeschool/ITB) Bandung, namun tidak sampai Tamat. Rencana Husein untuk melanjutkan studi ke Sekolah Penerbangan Darurat di Bandung gagal karena hanya mendapat Klien Militair Brevet yang tidak memenuhi syarat masuk sekolah tersebut. Akibatnya Husein memasuki sekolah Polisi yang terletak di Sukabumi

KARIR
Setelah menyelesaikan pendidikan kepolisian, Husein memulai karir militernya dimulai di bidang kepolisian, sampai akhirnya memegang jabatan Kepala Polisi di Pelabuhan Ratu pada tahun 1945
Sebelum berkarir di BKR (Bandan Keamanan Rakyat) Bandung, Husein sempat menjabat sebagai salah satu komandan di BKR daerah Bogor. Pada bulan September - Oktober 1945 Husein dipanggil oleh S. Suryadarma sebagai pimpinan BKR untuk ditugaskan mengurusi lapangan udara andir. Kemudian Husein Hijrah ke Ibukota perjuangan Yogyakarta dan menggabungkan diri kedalam TKR (Tentara Keamana Rakyat) bagian penerbangan. Disana Husein termasul siswa Sekolah Penerbang generasi pertama. Setelah lulus Husein langsung menjabat sebagai Instruktur Sekolah Penerbangan merangkap sebagai Perwira Operasi
Sejarah terbang Husein Sastranegara dimulai pada pertengahan tahun 1946, Husein melakukan beberapa penerbangan selama di Yogyakarta.

21-26 Mei 1946
Husein melakukan percobaan dengan mengadakan penerbangan formasi dari Yogyakarta ke Serang.

10 Juni 1946
Dalam rangka peresmian Lapangan Terbang Tasikmalaya, Husein melakukan penerbangan formasi 5 pesawat Cureng dari Yogyakarta ke Cibeureum, Tasikmalaya

23 Juli 1946
Penerbangan dilakukan lebih jauh yaitu dari Yogyakarta menuju Gorda, Banten.

23 September 1946
Penerbangan dilakukan dalam rangka upacara pemakaman Tarsono Rudjito di Salatiga. Penerbanga dilakukan dari Maguwo ke Masopati menggunakan pesawat Pembom Diponegoro I

26 September 1946
Penerbangan dalam rangka tugas untuk melakukan test flight dengan menggunakan Pesawat Cukiu diatas langit Kota Yogyakarta.Namun Pesawat Cukiu yang diterbangkan Husein mengalami kerusakan hingga jatuh terbakar di atas Gowongan, Yogyakarta yang mengakibatkan tewasnya Husein beserta juru teknik Rukidi.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasa almarhum, pangkatnya dinaikkan menjadi Komodor Muda Udara (Sederajat dengan Kolonel Udara). Kemudian namanya diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara Husein Sastranegara mulai 17 Agustus 1952 menggantikan Lapangan Udara Andir, Bandung

Monday 6 November 2017

Cerita Terakhir Perjalanan Jateng-DIY

Setelah selesai berkeliling Candi Ijo saya pun bergegas untuk pulang, namun kejadiaan diluar dugaan saya alami. Karena berada diketinggian sinyal hape saya blank sama sekali tidak bisa berkomunikasi. Untuk order gojek pun saya tidak bisa, mencari ojek pangkalan pun sepertinya tidak ada. Sambil cari sinyal saya pun berjalan turun sesekali mengecek sinyal hape namun tidak menunjukan perubahan. 


Tebing Breksi dari kejauhan 

Sampai saya berhenti di pintu masuk Tebing Breksi sambil membeli minuman dingin, menunggu dan menunggu namun hasilnya masih nihil bisa-bisa saya gagal pulang. Modal nekat saya pun berdiri dipinggir jalan menyetop motor-motor yang akan turun, beruntung ada orang yang baik hati menolong saya untuk bisa diantarkan ke Halte Prambanan Mas Mail namanya. Pertolongan dia melegakan hati saya yang sempat khawatir juga, dengan memberikan sejumlah uang sebagai rasa terima kasih saya pun bisa order gojek dan Google Maps Timeline saya menujukan 15:43 saya terdeteksi di Pertigaan Jalan Prambanan menuju Jalan Candi Ijo. Dari pertigaan tersebut sampai ke Tugu Selamat Datang tepat di depan Candi Prambanan saya sampai jam 16:08 bersyukur masih ada yang baik sama saya. 

Setelah sampai didepan Candi Prambanan atau Jalan Yogyakarta-Solo saya order gojek 16:04 drivernya minta titik penjemputan di Jembatan setelah Halte Prambanan karena kawasan tersebut ada larangan untuk menarik penumpang. Saya pun menyetujuinya berjalan sebentar menuju jembatan, akhirnya bertemu dalam perjalanan pun kita asik sambil ngobrol tidak terlalu cepat juga jalannya karena tidak diburu-buru. Mas Mukhlis berbaik hati menawarkan kepada saya untuk diantar ke tempat beli oleh-oleh khas Yogyakarta yang cukup familiar yaitu Bakpia Phatuk 25 padahal saya order goride cuma sampai malioboro. Ada rasa tidak enak aja apalagi saya sampai ditunggu ketika membeli oleh-oleh, sialnya saya tidak mengira jika uang yang ada didompet saya hanya tinggal Rp 150.000.00,- tidak cukup untuk membeli banyak oleh-oleh. Kasir pun tidak bisa membayar pake kartu debit, mau cari atm jauh tawaran ama mas gojeknya untuk mencari atm saya tolak sudah banyak membantu. Akhirnya saya membeli sesuai uang yang ada, setelah membeli oleh-oleh saya diantar kembali ke Malioboro. Dari Prambanan ke Malioboro menurut Google Maps Timeline saya 16:19-17:12 rasa hormat dan terimakasih saya buat Mas Mukhlis sudah banyak membantu. 


Lalu-lintas di Jl Malioboro kemacetan bukan hal yang aneh lagi 

Di Malioboro saya hanya duduk-duduk saja hanya menunggu keberangkatan KA Lodaya Malam. 18:40 saya putuskan untuk menuju Stasiun Yogyakarta 


Suasana di Stasiun Yogyakarta sangat ramai, banyak yang melancong. Menunggu kedatangan KA Lodaya Malam jam 20:08 


Akhirnya tempat duduk saya di Eks 1 1C 


Setelah on board KA Lodaya Malam mbak prami-praminya menawarkan makanan, saya pun order Nasi Goreng, Teh Hangat dan sebotol Air Mineral lapar memang belum makan dari Kota Semarang di pagi harinya. Makanannya kurang dari segi rasa tapi lumayan mengenyangkan, setelah makan saya pun tidur beristirahat sesekali terbangun karena dinginnya kabin kereta menarik selimut yang telah disediakan. 

Terbangun oleh prami yang mau mengambil selimutnya agak kaget juga mungkin karena saya tidurnya pulas, ternyata sudah di Stasiun Rancaekek. Google Maps Timeline mencatat dari Stasiun Yogyakarta Sampai di Stasiun Bandung sekitar 359 km jaraknya dengan waktu tempuh 20:11 – 04:20 atau sekitar 8 Jam 9 Menit. Setelah tiba di Stasiun Bandung bergegas menuju pintu keluar Stasiun Bandung sebelah selatan untuk membeli tiket KA Lokal Bandung Raya 369 keberangkatan pertama jam 04:30 tujuan Stasiun Cimahi


Berangkat tepat jam 04:31 sampai di Stasiun Cimahi jam 04:41 kemudian order goride sampai ke rumah sekitar jam 04:54 menurut Google Maps Timeline.

UCAPAN TERIMA KASIH 
  1. Alloh SWT 
  2. Terima Kasih untuk Imam Bonjol Hostel dekat Tugu Muda kamarnya bagus Wifi, AC dan Kamar Mandinya bersih, murah tapi tidak murahan. 
  3. KAI Travel Fair untuk tiket eksekutif promonya, saya nantikan tiket promonya lagi tahun depan. 
  4. Joglosemar Executive Shuttle Bus baru kali ini saya naik travel dikasih snack. 
  5. Terima Kasih buat Driver Gojek Semarang dan Gojek Yogyakarta yang sudah mengantarkan saya kesana kemari full seharian. Terutama Mas Mukhlis Nur Akbar Driver Gojek asal Prambanan yang kesana kemari nyari tempat Oleh-oleh paling bagus keliling nyari atm, sampai ditungguin. 
  6. Terima Kasih untuk Mas Mail yang menolong saya di Tebing Breksi mengantarkan saya ke Halte Prambanan karena sinyal hilang jadi tidak bisa order Goride dan gak ada ojek pangkalan 

Tempat yang saya kunjungj selama 2 hari JAWA TENGAH
  1. Museum Kereta Api Ambarawa 
  2. Museum Palagan Ambarawa 
  3. Museum Ranggawarsita 
  4. Klenteng Sam Poo Kong 
  5. Lawang Sewu 
  6. Kota Lama Semarang 
  7. Candi Plaosan Lor 
D.I. YOGYAKARTA
  1. Museum Sonobudoyo 
  2.  Candi Kalasan 
  3. Candi Ijo 
Mudah-mudahan jika ada umur, sehat dan ada rezekinya tahun depan backpackeran lagi

Sunday 5 November 2017

Candi Plaosan Lor

Destinasi ketiga setelah Museum Sonobudoyo dan Candi Kalasan dihari kedua saya berada di Yogyakarta akan mengunjungi Candi Plaosan, jarak antara Candi Kalasan dengan Candi Plaosan adalah sekitar 7.5 Km dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Menurut Google Maps timeline saya meninggalkan Candi Kalasan jam 13:14 tetap dengan menggunakan Gojek, singkat cerita saya sudah sampai di Candi Plaosan jam 13:47 lumayan macet sekitar 33 menit perjalanan saya. Tengah hari cuaca di Klaten ini sangat terik apalagi berkunjung ke Candi 


Beli tiket dulu ya cukup Rp 3.000.00,-

Sekedar info saja jika Candi Plaosan ini berada di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah sedangkan ketika saya berkunjung ke Candi Kalasan berada di Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta.

SEJARAH SINGKAT
Candi ini merupakan sebuah kompleks bangunan kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa Jawa berarti utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa berarti selatan).
Candi Plaosan yang merupakan candi bercorak Buddha ini oleh para ahli diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu, yaitu pada awal abad ke-9 M. Salah satu pakar yang mendukung pendapat itu adalah De Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M). Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, dengan dukungan suaminya. Menurut De Casparis, Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra. Sang Putri, yang memeluk agama Buddha, menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu.

Candi Plaosan Lor (Utara)


Candi Plaosan Lor dengan Candi Utama disebelah utara.

Di pusat kompleks Candi Plaosan Lor terdapat dua bangunan bertingkat dua yang merupakan candi utama. Kedua bangunan tersebut menghadap ke barat dan masing-masing dikelilingi oleh pagar batu. Relief pada dinding candi yang di selatan menggambarkan laki-laki, sedangkan pada candi yang di utara menggambarkan perempuan.


Tangga menuju pintu dilengkapi dengan pipi tangga yang memiliki hiasan kepala naga di pangkalnya. Bingkai pintu dihiasi pahatan bermotif bunga dan sulur-suluran. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala Kala tanpa rahang bawah (tepat diatas pintu masuk). 


Dinding batu yang memagari masing-masing candi utama dikelilingi oleh candi perwara yang semula berjumlah 174, terdiri atas 58 candi kecil berdenah dasar persegi dan 116 bangunan berbentuk stupa. Tujuh candi berbaris di masing-masing sisi utara dan selatan setiap candi utama, 19 candi berbaris sebelah timur atau belakang kedua candi utama, sedangkan 17 candi lagi berbaris di depan kedua candi utama. Hampir semua candi perwara tersebut saat ini dalam keadaan hancur. 


Reruntuhan Candi bak puzzle besar yang harus ditata kembali untuk mendapatkan bentuk seutuhnya, pekerjaan yang sangat sulit tentunya


Di pelataran utara kompleks Candi Plaosan semula juga terdapat 6 buah stupa besar.


Di setiap sudut barisan candi perwara masih terdapat sebuah candi kecil lagi yang dikelilingi oleh dua barisan umpak yang juga diselingi dengan sebuah candi kecil lagi di setiap sudutnya.


Candi Plaosan Lor dimana Candi Utama sebelah selatan yang dikelilingi Pewara sedang dalam tahap rekontruksi


Di pusat kompleks Candi Plaosan Lor terdapat dua bangunan bertingkat, hal. Saya mengira jika Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul "bertetangga" ini hanya di pisahkan sekat atau dipagari batu. Ternyata dugaan saya salah, karena yang saya kunjungi adalah Candi Plaosan Lor dengan dua Candi Utama yang menghadap ke barat. Candi Plaosan Lor sering disebut Candi Kembar, Candi Laki-laki dan Candi Perempuan. Candi Plaosan Kidul yang saya maksud berada di sebelah selatan dari Jalan raya itu pun bangunannya tinggal reruntuhannya saja tidak seperti Candi Plaosan Lor yang berdiri megah, yang tersisa hanyalah beberapa Candi Pewara yang masih berdiri.

Setelah selesai berkunjung destinasi terakhir adalah Candi Ijo, Google Maps Timeline menunjukan jam 14:59 saya meninggalkan Candi Plaosan Lor .

Candi Ijo di Atas Awan

Setelah Candi Plaosan Lor saya akan berkunjung ke Candi terakhir yaitu Candi Ijo jam 13:59 saya order Gojek untuk menuju ke Candi Ijo, jarak menuju Candi Ijo dari Candi Plaosan Lor adalah sekitar 10 km dengan estimasi waktu tempuh 26 menit. Jalur yang saya lewati menanjak terutama ketika melewati jalur Candi Barong. Letak Candi Ijo yang berada di Puncak dengan ketinggian sekitar 375 mdpl menjadikan Candi Ijo sebagai salah satu candi tertinggi. Sampai di Candi Ijo 14:21 menurut Google Maps Timeline sekitar 22 menit perjalanan dari Candi Plaosan Lor. Ouh ya saya balik lagi ke Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta, sebelumnya Candi Plaosan Lor di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak jauh sebelum Candi Ijo ada tempat wisata yang sedang naik daun yaitu Tebing Breksi yang merupakan bekas pertambangan batu alam. 


Tiket masuk Candi Ijo Rp 5.000.00,- 

Pertama kali masuk ke Candi Ijo saya justru terpukau dengan pemandangan yang indah dihadapan Candi Ijo


Walaupun terik Matahari bersinar diketinggian 375 mdpl, jika di zoom didepan adalah Bandara Adi Sucipto. Sesekali saya melihat pesawat yang landing.

SEJARAH SINGKAT



Penamaan sebuah candi  dapat didasarkan pada 3 hal. Pertama, berdasarkan legenda yang dikenal masyarakat. Kedua, berdasar penyebutan yang ada di dalam prasasti. Ketiga, adalah berdasarkan lokasi candi itu berada. Demikian halnya dengan penamaan Candi Ijo. Kompleks percandian bercorak Hindy ini dinamakan sesuai dengan lokasinya yakni berada dilereng bukit padas yang berada di Gunung Ijo yang memiliki ketinggian +/- 427 mdpl. Secara administratif Candi Ijo berada di Desa Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta. Situs ini berasa diketinggian 375 mdpl.

Penyebutan nama desa "Ijo" yang berarti hijau untuk pertama kalinya disebut di dalam Prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi. Didalam prasasti tersebut ditulis tentang seorang hadirin upacara yang berasal dari desa Wuang Hijo "... anak wanua i wuang ijo" jika benar maka nama "ijo" setidaknya telah berumur 1111 tahun hingga 2017 ini.
Situs Candi Ijo ini merupakan kompleks percandian yang berteras-teras yang semakin meninggi kebelakang yakni disisi timur dengan bagian belakang sebagai pusat percandian. Pola semacam ini berbeda dengan polo-pola percandian yang berada didataran Prambanan. Kebanyakan diantaranya memusat ketengah seperti Candi Prambanan atau Candi Sewu. Hal ini didasari oleh konsep penataan ruang yang bersifat kosmis. Dengan pusat berupa puncak Gunung Meru, tempat tinggal para Dewa. Adapun pola yang semakin meninggi kebelakang seperti halnya pada Candi Ijo adalah suatu keunikan, karena pola semacam ini banyak dijumpa pada candi-candi dari masa Jawa Timur.
Kitab-kitab India kuno menyebutkan bahwa pemilihan lokasi untuk didirikan suatu bangunan kuil dewa dinilai amat berharga, bahkan lebih utama dibanding dengan bangunan kuil itu sendiri. Di dalam kitab kuno tersebut lahan atau tanah merupakan vastu atau tempat tinggal yang paling utama bagi dewa. Lahan seperti ini biasanya adalah tanah yang subur dan tidak jauh dari mata air. Dikaswasan Prambanan, candi-candi yang dibangun menempati 2 tipe lahan yang berbeda yakni di dataran Prambanan dan dataran Sorogedug yang subur. Sedanh tipe lahan yang kedua berada pada perbukitan sisi selatan dan Batur Agung yag merupakan bagian pegunungan selatan.
Untuk Candi Ijo sendiri berada pada sebuah puncak bukit kapur yang tidak subur dan merupakan situs dengan ketinggian dari permukaan laut paling tinggi dibanding situs-situs lain dikawasan Prambanan. Terlihat menempati suatu lahan yang bukan teruntuk dewa, karena menempati tanah yang tidak subur dan jauh dari mata air. Jadi untuk pemilihan lahan disarankan didalam kitab kuno tidak sesuai dengan kenyataan untuk Candi Ijo kepastian interpretasi mengenai hal ini.


Candi berlatar belakang agama Hindu ini diperkirakan dibangun antara abad ke-10 sampai dengan ke-11. Kompleks Candi Ijo terdiri dari beberapa kelompok candi induk, candi pengapit dan candi perwara. Candi induk yang sudah selesai dipugar menghadap ke barat. Di hadapannya berjajar tiga candi yang lebih yang lebih kecil ukurannya yang diduga dibangun untuk memuja Brahma, Wisnu dan Syiwa.

Bangunan candi induk berdiri di atas kaki candi yang berdenah dasar persegi empat. Pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terletak di pertengahan dinding sisi barat, diapit dua buah jendela palsu. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala Kala bersusun. Sebagaimana yang terdapat di candi-candi lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kedua kepala Kala tersebut tidak dilengkapi dengan rahang bawah. Di atas ambang kedua jendela palsu juga dihiasi dengan pahatan kepala Kala bersusun.

Di tengah ruangan terdapat lingga dan yoni yang disangga oleh makhluk seperti ular berkepala kura-kura.


Lingga adalah menyerupai alat kelamin laki-laki karena bentuknya seperti Phallus lambang kesuburan pada masa Tradisi Megalitikum, dan dalam perkembangan Hindu merupakan simbol dari Dewa Siwa. Sedangkan Yoni adalah menyerupai alat kelamin dari wanita, yang merupakan lambang kesuburan pada masa prasejarah. Pada masa perkembangan Hindu, Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. 



Di bagian barat kompleks, menghampar ke arah kaki bukit terdapat reruntuhan sejumlah candi yang masih dalam proses penggalian dan pemugaran. Terlihat masih banyak batu-batu yang terkubur di sekitar candi induk. Sepertinya kompleks Candi Ijo akan lebih luas yang saya kira.

Setelah puas berkeliling saya putuskan untuk kembali ke Malioboro dan Stasiun Yogyakarta untuk pulang.

Thursday 2 November 2017

Candi Kalasan

Setelah mengunjungi Museum Sonobudoyo saya kembali berkunjung ke destinasi kedua yaitu Candi Kalasan letaknya tidak jauh dari Jalan Yogyakarta - Solo. Gojek jadi transportasi andalan saya karena jika naik Trans Jogja kemungkinan bisa terjebak macet. Jam 12:32 menurut timeline google saya meninggalkan Museum Sonobudoyo, jarak yang ditempuh menuju Candi Kalasan adalah 15 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Cukup melelahkan juga ketika berkendara melewati kemacetan ditengah kota Yogyakarta ditambah dengan teriknya matahari. Sampai di Candi Kalasan adalah jam 13:14 beristirahat dulu bersama mas gojeknya dipohon yang rindang sangat melelahkan memang. Sejenak setelah beristirahat membeli tiket masuk seharga Rp 5.000.00, tidak terlalu banyak pengunjung Candi Kalasan hanya beberapa orang saja yang datang sambil berfoto-foto.


Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota Yogyakarta, dekat jalan Yogyakarta-Solo. Dalam Prasasti Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga Candi Kalibening, sesuai dengan nama desa tempat candi tersebut berada.


Keterangan mengenai Candi Kalasan dimuat dalam Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M). Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan huruf pranagari. Dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Menurut prasasti Raja Balitung (907 M), yang dimaksud dengan Tejapurnama Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu.

Rakai Panangkaran kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Selama kurun waktu 750-850 M kawasan utara Jawa Tengah dikuasai oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan memuja Syiwa. Hal itu terlihat dari karakter candi-candi yang dibangun di daerah tersebut. Selama kurun waktu yang sama Wangsa Syailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana yang sudah condong ke aliran Tantryana berkuasa di bagian selatan Jawa Tengah. Pembagian kekuasaan tersebut berpengaruh kepada karakter candi-candi yang dibangun di wilayah masing-masing pada masa itu. Kedua Wangsa tersebut akhirnya dipersatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan (838 - 851 M) dengan Pramodawardhani, Putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa Syailendra.

Untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara, Rakai Panangkaran menganugerahkan Desa Kalasan dan untuk membangun biara yang diminta para pendeta Buddha. Diperkirakan bahwa candi yang dibangun untuk memuja Dewi Tara adalah Candi Kalasan, karena di dalam candi ini semula terdapat patung Dewi Tara, walaupun patung itu sudah tidak berada di tempatnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan biara tempat para pendeta Buddha, menurut dugaan, adalah Candi Sari yang memang letaknya tidak jauh dari Candi Kalasan. Berdasarkan tahun penulisan Prasasti Kalasan itulah diperkirakan bahwa tahun 778 Masehi merupakan tahun didirikannya Candi Kalasan.

Candi Kalasan diperkirakan berada pada ketinggian sekitar duapuluh meter diatas permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi mencapai 34 m. Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45x45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di setiap sisi terdapat tangga naik ke emperan candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada kakinya. Di hadapan anak tangga terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan batu. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk.
Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang berukuran 34x 45 m, terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar dan bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang keluar dari sebuah jambangan bulat.



Di pangkal tangga terdapat sepasang patung kepala naga yang menganga dengan seekor singa di dalam mulutnya. Hiasan semacam ini umum didapati di candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat


yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala.


Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca, walaupun tidak semua arca masih berada di tempatnya


Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya.


Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45x45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di sekeliling kaki candi terdapat emperan yang terbuat dari batu. Kaki Candi Kalasan hanya setinggi sekitar 1 m.


Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan Kalamakara yang sangat rumit dan indah.

Sayang ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur tidak bisa masuk karena dikunci. Selesai saya mengunjungi Candi Kalasan kembali akan mengunjungi destinasi ketiga liburan saya di Yogyakarta dengan mengunjungi Candi Plaosan.

Referensi:

Perpustakaan Nasional RI

Foto dokumen pribadi

Museum Sonobudoyo

Setelah hari Sabtu menghabiskan waktu untuk berwisata di Semarang, dihari minggu saya berangkat menuju Yogyakarta. Dengan naik travel Joglosemar dari Semarang di Pool SPBU Akpol menuju Pool Town Office Yogyakarta di Jl. Magelang Km 7. Rute yang dilewati adalah Kab Semarang, Ungaran, Ambarawa, Temanggung, Magelang menempuh jarak 110 km dengan waktu tempuh hampir 4 Jam. Jalanan macet terutama akan memasuki Yogyakarta dimana ada pawai budaya merayakan Hari Santri Nasional 2017. Singkat cerita saya tiba di Yogyakarta sekitar jam 10:55 melanjutkan perjalanan menuju Museum Sonobudoyo menggunakan gojek dengan jarak 13 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit saya tiba di Museun Sonobudoyo tepat Adzan Dzuhur. Pintu masuk Museum Sonobudoyo berada di sebelah Selatan tepat berhadapan dengan Alun-alun Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


Dengan membeli tiket seharga Rp 3.000.00,- kita sudah bia menikmati suasana Museum Sonobudoyo, cukup banyak juga pengunjung dari museum ini baik wisatawan lokal maupun wisatawan luar negeri.



SEJARAH SINGKAT 

Museum Sonobudoyo dulu adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Yayasan ini berdiri di Surakarta pada tahun 1919 bernama Java Institut. Dalam keputusan Kongres tahun 1924 Java Institut akan mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun 1929 pengumpulan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Panitia Perencana Pendirian Museum dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen, Koeperberg.
Bangunan museum menggunakan tanah bekas "Shouten" tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan ditandai dengan sengkalan candrasengkala "Buta ngrasa estining lata" yaitu tahun 1865 Jawa atau tahun 1934 M. Sedangkan peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII pada hari Rabu wage pada tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa dengan ditandai candra sengkala "Kayu Winayang Ing Brahmana Budha" yang berarti tahun Jawa atau tepatnya tanggal 6  November 1935 tahun M. Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran). Di zaman Kemerdekaan kemudian dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat / Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Otonomi Daerah. Museum Sonobudoyo mulai Januari 2001 bergabung pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY diusulkan menjadi UPTD Perda No. 7 / Th. 2002 Tgl. 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan organisasi UPTD pada Dinas Daerah dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan SK Gubernur No. 161 / Th. 2002 Tgl. 4 Nopember tentang TU – Poksi.

Museum Negeri Sonobudoyo ini tersimpan 10 Jenis Koleksi, jenis koleksi geologika, biologi, ethnografika, arkeologi, numismatika/ heraldika, historika, filologika, keramologika. Senirupa dan teknologika

Koleksi yang dipamerkan pada ruang Pameran tetap di Museum Negeri Sonobudoyo unit I sebanyak 1.184 buah, Koleksi yang dipamerkan pada ruang Pameran tetap di Museum Negeri Sonobudoyo Unit II sebanyak 810 buah


Logo Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat


Salah satu ruang pamer yang ada di Museum Sonobudoyo


Gallery foto-foto sebagian kecil koleksi dari Museum Sonobudoyo













Tidak terlalu lama saya berada di Museum Sonobudoyo ada beberapa tempat lagi uang harus saya kunjungi setelah ini antara lain Candi Kalasan, Candi Plaosan dan Candi Ijo.

Sumber : 
Website museum sonobudoyo 
Photo dokumen pribadi