Thursday 2 November 2017

Candi Kalasan

Setelah mengunjungi Museum Sonobudoyo saya kembali berkunjung ke destinasi kedua yaitu Candi Kalasan letaknya tidak jauh dari Jalan Yogyakarta - Solo. Gojek jadi transportasi andalan saya karena jika naik Trans Jogja kemungkinan bisa terjebak macet. Jam 12:32 menurut timeline google saya meninggalkan Museum Sonobudoyo, jarak yang ditempuh menuju Candi Kalasan adalah 15 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Cukup melelahkan juga ketika berkendara melewati kemacetan ditengah kota Yogyakarta ditambah dengan teriknya matahari. Sampai di Candi Kalasan adalah jam 13:14 beristirahat dulu bersama mas gojeknya dipohon yang rindang sangat melelahkan memang. Sejenak setelah beristirahat membeli tiket masuk seharga Rp 5.000.00, tidak terlalu banyak pengunjung Candi Kalasan hanya beberapa orang saja yang datang sambil berfoto-foto.


Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota Yogyakarta, dekat jalan Yogyakarta-Solo. Dalam Prasasti Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga Candi Kalibening, sesuai dengan nama desa tempat candi tersebut berada.


Keterangan mengenai Candi Kalasan dimuat dalam Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M). Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan huruf pranagari. Dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Menurut prasasti Raja Balitung (907 M), yang dimaksud dengan Tejapurnama Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu.

Rakai Panangkaran kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Selama kurun waktu 750-850 M kawasan utara Jawa Tengah dikuasai oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan memuja Syiwa. Hal itu terlihat dari karakter candi-candi yang dibangun di daerah tersebut. Selama kurun waktu yang sama Wangsa Syailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana yang sudah condong ke aliran Tantryana berkuasa di bagian selatan Jawa Tengah. Pembagian kekuasaan tersebut berpengaruh kepada karakter candi-candi yang dibangun di wilayah masing-masing pada masa itu. Kedua Wangsa tersebut akhirnya dipersatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan (838 - 851 M) dengan Pramodawardhani, Putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa Syailendra.

Untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara, Rakai Panangkaran menganugerahkan Desa Kalasan dan untuk membangun biara yang diminta para pendeta Buddha. Diperkirakan bahwa candi yang dibangun untuk memuja Dewi Tara adalah Candi Kalasan, karena di dalam candi ini semula terdapat patung Dewi Tara, walaupun patung itu sudah tidak berada di tempatnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan biara tempat para pendeta Buddha, menurut dugaan, adalah Candi Sari yang memang letaknya tidak jauh dari Candi Kalasan. Berdasarkan tahun penulisan Prasasti Kalasan itulah diperkirakan bahwa tahun 778 Masehi merupakan tahun didirikannya Candi Kalasan.

Candi Kalasan diperkirakan berada pada ketinggian sekitar duapuluh meter diatas permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi mencapai 34 m. Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45x45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di setiap sisi terdapat tangga naik ke emperan candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada kakinya. Di hadapan anak tangga terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan batu. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk.
Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang berukuran 34x 45 m, terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar dan bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang keluar dari sebuah jambangan bulat.



Di pangkal tangga terdapat sepasang patung kepala naga yang menganga dengan seekor singa di dalam mulutnya. Hiasan semacam ini umum didapati di candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat


yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala.


Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca, walaupun tidak semua arca masih berada di tempatnya


Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya.


Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45x45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di sekeliling kaki candi terdapat emperan yang terbuat dari batu. Kaki Candi Kalasan hanya setinggi sekitar 1 m.


Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan Kalamakara yang sangat rumit dan indah.

Sayang ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur tidak bisa masuk karena dikunci. Selesai saya mengunjungi Candi Kalasan kembali akan mengunjungi destinasi ketiga liburan saya di Yogyakarta dengan mengunjungi Candi Plaosan.

Referensi:

Perpustakaan Nasional RI

Foto dokumen pribadi

1 comment: