Sunday 5 November 2017

Candi Ijo di Atas Awan

Setelah Candi Plaosan Lor saya akan berkunjung ke Candi terakhir yaitu Candi Ijo jam 13:59 saya order Gojek untuk menuju ke Candi Ijo, jarak menuju Candi Ijo dari Candi Plaosan Lor adalah sekitar 10 km dengan estimasi waktu tempuh 26 menit. Jalur yang saya lewati menanjak terutama ketika melewati jalur Candi Barong. Letak Candi Ijo yang berada di Puncak dengan ketinggian sekitar 375 mdpl menjadikan Candi Ijo sebagai salah satu candi tertinggi. Sampai di Candi Ijo 14:21 menurut Google Maps Timeline sekitar 22 menit perjalanan dari Candi Plaosan Lor. Ouh ya saya balik lagi ke Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta, sebelumnya Candi Plaosan Lor di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak jauh sebelum Candi Ijo ada tempat wisata yang sedang naik daun yaitu Tebing Breksi yang merupakan bekas pertambangan batu alam. 


Tiket masuk Candi Ijo Rp 5.000.00,- 

Pertama kali masuk ke Candi Ijo saya justru terpukau dengan pemandangan yang indah dihadapan Candi Ijo


Walaupun terik Matahari bersinar diketinggian 375 mdpl, jika di zoom didepan adalah Bandara Adi Sucipto. Sesekali saya melihat pesawat yang landing.

SEJARAH SINGKAT



Penamaan sebuah candi  dapat didasarkan pada 3 hal. Pertama, berdasarkan legenda yang dikenal masyarakat. Kedua, berdasar penyebutan yang ada di dalam prasasti. Ketiga, adalah berdasarkan lokasi candi itu berada. Demikian halnya dengan penamaan Candi Ijo. Kompleks percandian bercorak Hindy ini dinamakan sesuai dengan lokasinya yakni berada dilereng bukit padas yang berada di Gunung Ijo yang memiliki ketinggian +/- 427 mdpl. Secara administratif Candi Ijo berada di Desa Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta. Situs ini berasa diketinggian 375 mdpl.

Penyebutan nama desa "Ijo" yang berarti hijau untuk pertama kalinya disebut di dalam Prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi. Didalam prasasti tersebut ditulis tentang seorang hadirin upacara yang berasal dari desa Wuang Hijo "... anak wanua i wuang ijo" jika benar maka nama "ijo" setidaknya telah berumur 1111 tahun hingga 2017 ini.
Situs Candi Ijo ini merupakan kompleks percandian yang berteras-teras yang semakin meninggi kebelakang yakni disisi timur dengan bagian belakang sebagai pusat percandian. Pola semacam ini berbeda dengan polo-pola percandian yang berada didataran Prambanan. Kebanyakan diantaranya memusat ketengah seperti Candi Prambanan atau Candi Sewu. Hal ini didasari oleh konsep penataan ruang yang bersifat kosmis. Dengan pusat berupa puncak Gunung Meru, tempat tinggal para Dewa. Adapun pola yang semakin meninggi kebelakang seperti halnya pada Candi Ijo adalah suatu keunikan, karena pola semacam ini banyak dijumpa pada candi-candi dari masa Jawa Timur.
Kitab-kitab India kuno menyebutkan bahwa pemilihan lokasi untuk didirikan suatu bangunan kuil dewa dinilai amat berharga, bahkan lebih utama dibanding dengan bangunan kuil itu sendiri. Di dalam kitab kuno tersebut lahan atau tanah merupakan vastu atau tempat tinggal yang paling utama bagi dewa. Lahan seperti ini biasanya adalah tanah yang subur dan tidak jauh dari mata air. Dikaswasan Prambanan, candi-candi yang dibangun menempati 2 tipe lahan yang berbeda yakni di dataran Prambanan dan dataran Sorogedug yang subur. Sedanh tipe lahan yang kedua berada pada perbukitan sisi selatan dan Batur Agung yag merupakan bagian pegunungan selatan.
Untuk Candi Ijo sendiri berada pada sebuah puncak bukit kapur yang tidak subur dan merupakan situs dengan ketinggian dari permukaan laut paling tinggi dibanding situs-situs lain dikawasan Prambanan. Terlihat menempati suatu lahan yang bukan teruntuk dewa, karena menempati tanah yang tidak subur dan jauh dari mata air. Jadi untuk pemilihan lahan disarankan didalam kitab kuno tidak sesuai dengan kenyataan untuk Candi Ijo kepastian interpretasi mengenai hal ini.


Candi berlatar belakang agama Hindu ini diperkirakan dibangun antara abad ke-10 sampai dengan ke-11. Kompleks Candi Ijo terdiri dari beberapa kelompok candi induk, candi pengapit dan candi perwara. Candi induk yang sudah selesai dipugar menghadap ke barat. Di hadapannya berjajar tiga candi yang lebih yang lebih kecil ukurannya yang diduga dibangun untuk memuja Brahma, Wisnu dan Syiwa.

Bangunan candi induk berdiri di atas kaki candi yang berdenah dasar persegi empat. Pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terletak di pertengahan dinding sisi barat, diapit dua buah jendela palsu. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala Kala bersusun. Sebagaimana yang terdapat di candi-candi lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kedua kepala Kala tersebut tidak dilengkapi dengan rahang bawah. Di atas ambang kedua jendela palsu juga dihiasi dengan pahatan kepala Kala bersusun.

Di tengah ruangan terdapat lingga dan yoni yang disangga oleh makhluk seperti ular berkepala kura-kura.


Lingga adalah menyerupai alat kelamin laki-laki karena bentuknya seperti Phallus lambang kesuburan pada masa Tradisi Megalitikum, dan dalam perkembangan Hindu merupakan simbol dari Dewa Siwa. Sedangkan Yoni adalah menyerupai alat kelamin dari wanita, yang merupakan lambang kesuburan pada masa prasejarah. Pada masa perkembangan Hindu, Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. 



Di bagian barat kompleks, menghampar ke arah kaki bukit terdapat reruntuhan sejumlah candi yang masih dalam proses penggalian dan pemugaran. Terlihat masih banyak batu-batu yang terkubur di sekitar candi induk. Sepertinya kompleks Candi Ijo akan lebih luas yang saya kira.

Setelah puas berkeliling saya putuskan untuk kembali ke Malioboro dan Stasiun Yogyakarta untuk pulang.

1 comment: