Saturday 28 October 2017

Kota Lama Semarang

Destinasi terakhir saya setelah berkunjung ke Lawang Sewu yaitu menuju Kota Lama Semarang, waktu menunjukan jam 17:03 menurut timeline Google Map saya, sambil duduk-duduk melepas lelah menunggu gojek datang. Jarak antara Lawang Sewu menuju Kota Lama Semarang hanya sekitar 3.5 km saja sekitar 6 menit dengan sepeda motor. Jika di Jakarta ada Kota Tua maka di Semarang ada Kota Lama, pada dasarnya area Kota Lama Semarang atau sering disebut Outstadt atau Little Netherland mencakup setiap daerah gedung-gedung yang dibangun sejak Zaman Kolonial Belanda, dilihat dari kondisi geografis nampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah sekitarnya. Sehingga nampak seperti kota tersendiri, kota Lama Semarang kini terpusat didaerah sungai Mberok menuju Terboyo. Melihat bangunan disekitar Kota Lama seakan-akan kita berada di Eropa. Detail-detail bangunan kemudian ornamen yang khas keeropaan. Kota Lama Semarang menjadi pusat perdagangan pada abad ke-19 dan 20.

Perhatian saya ketika sampai di Kota Lama tertuju pada Gereja Blenduk Semarang yang berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan landmark Kota Lama Semarang. Terletak di Jl. Soeprapto No. 32 Gereja Blenduk di bangun atas 2 menara dan sebuah kubah besar yang dalam bahasa jawa kubah itu disebut bleduk. Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753 digunakan untuk Gereja Nederlandsch Indische Krek. Kemudian Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun 1756, 1787 dan 1794. 




Dibawah pemerintahan kolonial Belanda dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun disisi barat Kota Lama Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang disisi selatan dan lima menara pengawas yang masing-masing diberi nama: Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk dan Bunschoten.


Gedung MARBA yang terletak disalah satu sudut Kota Lama Semarang tepatnya di Seberang Taman Srigunting, Jl. Letjen Soeprapto No. 33 dibangun pada Abad ke 19 merupakan bangunan 2 lantai. Pembangunan gedung ini diprakasai oleh Marta Badjunet seorang warga negara Yaman yang merupakan saudagar kaya pada zaman itu. Untuk mengenang jasanya maka gedung ini diberi nama MARBA. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Selain itu kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern pada masanya yaitu De Zeikel untuk gudang. Warna merahnya menarik mata untuk melihat karena rata-rata bangunan di Kota Lama Semarang bercat putih.


Bangunan yang bernama Spiegel menarik perhatian saya, perusahaan Wingkel Maarschappij "H Spiegel" yang dulu menempati bangunan ini adalah sebuah toko yang menyediakan berbagai macam barang baik keperluan rumah tangga maupun keperluan kantor. Beberapa barang yang disediakan adalah tekstil dari kapas atau lenin, keperluan rumah tangga, mesin ketik, furniture, keperluan untuk olah raga dan sebagainya. Perusahaan ini pertama kali dibanguna pada tahun 1895 oleh Tuan Addler. Kemudian Tuan H. Spiegel diangkat menjadi manajer perusahaan ini. Lima tahun kemudian, Tuan H. Spiegel menjadi pemiliknya. Pada tahun 1908 perusahaan ini menjadi perusahaan terbatas. Dulu keadaan bangunan kuno ini agak kurang terawat, sedangkan fungsi bangunan dialihkan menjadi gudang. Pada 8 Juni 2015, setelah dilakukan restorasi yang cukup lama gedung ini digunakan sebagai cafe dan resto,

Sekarang Gedung Spiegel menjadi tempat nongkrong di Kawasan Kota Lama ini menggunakan bangunan antik dengan usia lebih dari 120 tahun sebagai daya tariknya. Spiegel Bar bistro, berada di jalan Letjend Suprapto No 34, sebelah timur Taman Srigunting / Gereja Blenduk ini menawarkan sajian menu western ini menyediakan minuman seperti kopi, koktail dan moktail. EST 1895, tertulis di bagian eksterior bangunan Spiegel ini, yang merupakan tahun dibangunnya bangunan ini pertama kali. (Seputarsemarang) 


Kantor yang saat ini ditempati oleh PT. Jiwasraya Semarang merupakan bekas gedung Nederlandsch Indische Leven Sverzeking De Lifrente Maatschaapij (NILLMI) yang dibangun dengan arsiteknya bernama Thomas Karsten pada tahun 1916-an. Gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor Balaikota Semarang pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Gedung Jiwasraya berada di Jalan Letjend. Soeprapto 23-25 Semarang 50121. Di depan gedung ini, terdapat Gereja Blenduk dan Taman Srigunting yang merupakan satu kesatuan-kawasan dengan gedung ini, yakni kantor pemerintahan, tempat peribadatan, dan alun-alun kota.
Gedung Jiwasraya ini memiliki ciri arsitektur Kolonial Belanda yang sangat khas dengan adanya kubah kecil di tengah atap bangunan. Bangunan berupa simetris dengan pintu masuk berada di tengahnya. Jika dilihat seksama, gedung Jiwasraya bukan menghadap ke arah jalan raya, melainkan serong menghadap Gereja Blenduk dan Taman Srigunting.

Sudut lain dari Kota Lama Semarang 




Suasana di Taman Srigunting 


Ini adalah destinasi terakhir saya dikota Semarang dari subuh sudah wara-wiri ke Semarang-Ambarawa-Semarang seharian ke: Museum Kereta Api AmbarawaMonumen Palagan AmbarawaMuseum RanggawarsitaKlenteng Sam Poo KongLawang Sewu dan terakhir Kota Lama Semarang hari kedua saya akan berkunjung ke Yogyakarta. Hari Minggu saya berkunjung ke Museum Sonobudoyo, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Ijo. 

Friday 27 October 2017

Lawang Sewu

Beristirahat di Hostel sore setelah Ashar saya kembali mengunjungi destinasi berikutnya yaitu Lawang Sewu. Tiket Masuk Lawang Sewu Rp. 10.000.00,- 


Lawang Sewu adalah Bangunan Kolonial Belanda di Semarang markas dari Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij atau (NIS) yang membuat Stasiun Willem I yang sekarang menjadi Museum Kereta Api Ambarawa lokasinya sangat strategis berada di Komplek Tugu Pemuda Jl. Pemuda Sekayu, Kota Semarang 

jNIS mempercayakan rancangan gedung Kantor Pusat NIS kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer  dan B.J. Quendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses rancangan dilakukan di Belanda baru kemudian Gambar-gambar dibawa ke Semarang. Site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903.
Dimasa pelaksanaan pembangunan yang dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan, kemudian dilanjutkan dengan membuat bangunan tambahan disisi timur laut tahun 1916-1918.

Sejarah penggunaan gedung pada Juli 1907 digunakan sebagai Kantoe Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), tahun 1942-1945 digunakan sebagai kantor Riyuku Sokyuku (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) tahun 1945 saat agresi militer Belanda digunakan sebagai markas tentara Belanda tahun 1949 digunakan oleh Kodam IV Diponegoro. Tahun 1994 gedung ini diserahkan kembali kepada Kereta Api (Saat itu PERUMKA sekarang menjadi PT KAI) kemudian beberapa tahun kemudian digunakan oleh Dinas Perhubungan dan kemudian mulai tahun 2009 dipugar oleh PT KAI very (Persero)

Gallery Photo 


Nampak Lawang Sewu dari Museum Mandala Bhakti


Sisi luar Lawang Sewu searah dengan Jalan Pemuda 


Arsitekturnya sangat mengesankan


Lokomotif yang tersimpan di Lawang Sewu


Halaman didalam Lawang Sewu 



Berbagai koleksi dari Tiket, telepon, telegraph, miniatur kereta dan lokomotif serta photo-photo di Lawang Sewu


Lemari Tiket Edmonson saya sangat familiar dengan lemari tiket ini, dahulu sekitar tahun 2004 di Stasiun Cimahi pun masih memakan lemari ini


Tiket Edmonson


Telepon Kayu


Telegraph





Selasar luar dari Lawang Sewu






Lorong Gelap dari Lawang Sewu


Sudah jam 16:56 di timeline google map saya, rasanya sudah lelah seharian berwisata menghela nafas duduk di tempat duduk yang ada di pedestarian Jl Pemuda, namun ada satu lagi tempat yang harus dikunjungi yaitu Kota Lama Semarang yang pasti harus dikunjungi terlebih dahulu, kapan lagi ke Semarang lagi dalam waktu dekat.

Sam Poo Kong

Destinasi ke 4 setelah Museum Kereta Api Ambarawa, Monumen Palagan Ambarawa dan Museum Ranggawarsita adalah Kelenteng Sam Poo Kong berjarak sekitar km dari Museum Ranggawarsita kembali saya memakai gojek ke tujuan. Tidak begitu lama perjalanan saya tiba di Kelenteng Sam Poo Kong tiket masuk ke lokasi Rp 8.000.00,-  


Tiket Masuk Kelenteng Sam Poo Kong

Suasana Kompleks Kelenteng Sam Poo Kong cukup ramai apalagi weekend cuaca sangat terik sekali kulit seperti terbakar. Di setiap weekend Kelenteng Sam Poo Kong sering mengadakan bazaar dari makanan dan minuman halal, pakaian sampai pertunjukan Barongsai


Pintu Utama menuju Kompleks Kelenteng

SEJARAH SINGKAT
Klenteng Sam Po Kong selain merupakan tempat ibadah dan ziarah juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk di kunjungi. Tempat ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tempat ini bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Di gua batu tersebut diletakkan sebuah altar serta patung-patung Sam Poo Tay Djien (Laksamana Zheng He) yang diperuntukan sebagai tempat bersembahyang atau tempat berziarah. Pada tahun 1416 saat Laksamana Zheng He  sedang berlayar melewati Laut Jawa ada seorang awak kapalnya Wang Jing Hong yang mendadak sakit keras Zheng He memerintahkan agar membuang Sauh di Pantai Simongan Desa Mangkang di Semarang Barat, diperkirakan pernah menjadi tempat memperbaiki kapal armada Zheng He, oleh karena itu disebut Mangkang (yang konon berasal dari dialek hokkian 'wakeng' yang berarti perahu besar) Gedung Utama Kelenteng Sam Poo Kong yang tampak sekarang ini dibangun tahun 2002 dan selesai pada tahun 2005. Pada waktu itu Pembina yayasan adalah Alm. Bp. Ir Priambudi Setiakusuma yang menjalankan misi pembangunan.
Didalam kompleks tempat ibadah kelenteng Sam Poo Kong terdapat beberapa tempat pemujaan yang masing-masing mempunyai arti tersendiri 
1. Tempat pemujaan kelenteng Besar Tempat utama 

kelenteng Sam Poo Kong merupakan pusat dari seluruh kegiatan di kompleks

2. Tempat pemujaan Dewa Bumi
Disini para umat mengucapkan terimakasih dan bersyukur kepada Dewa Bumi yang telah memberikan tanah yang subur, panen yang melimpah dan kekayaan alam yang beraneka ragam.


3. Tempat Pemujaan Makam Kyai Juru Mudi
Menurut cerita Wang Jing Hong merupakan juru mudi dalam pelayaran Armada Zheng He ketika tiba dipantai utara Jawa, Wang Jing Hong mendadak sakit keras dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Untuk menghormati Laksamana Zheng He, Wang Jing Hong mendirikan patung di gua tadi. Wang Jing Hong meninggal pada usia 87 tahun dan dimakamkan disamping Gua Sam Poo Kong. Makam tersebut dikenal dengan sebutan "Makam Kyai Juru Mudi"


4. Tempat Pemujaan Mbah Kyai Jangkar
Jangkar besar ini merupakan lambang yang mewakili kapal armana Zheng He dan digunakan sebagai alat konsentrasi dalam sembahyang atau semedi 

5. Pohon Rantai

Dalam kelenteng juga terdapat pohon unik yang batangnya menyerupai rantai atau kepang rambut.  Konon, batang pohon yang berbentuk rantai ini digunakan sebagai tambang kapal jika dalam keadaan darurat. 

6. Relief
Relief ini menceritakan sejarah perjalanan Laksamana Zheng He terdiri dari 10 Diorama yang saling bersambung.


Laksamana Zheng He


Autobiografi singkat Laksamana Zheng He di bawah Patung

Lantas Siapa itu Laksamana Zheng He / Cheng Ho adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 sampai 1433. Laksamana Zheng He adalah seorang Kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle yang berkuasa tahun 1403-1424 kaisar ke-3 dari Dinasti Ming. Nama asli dari Zheng He adalah Ma He dikenal dengan sebutan Ma Sanbao berasal dari Provinsi Yunnan bersuku hui yang secara fisik mirip dengan Suku Han, namun beragama Islam. Setidaknya ada 7 pelayaran dalam kurun waktu 1405-1433 yang dipimpin oleh Laksamana Zheng He. Armada yang dibawa Zheng He terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 armada kapal laut terdiri kapal yang besar dan kecil, yang bertiang layar toga hingga bertiang sembilan buah. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang ternak, bambu dan kain sutera. Zheng He adalah penjelajah dengan armanda kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terpanjang sepanjang masa hingga saat ini. Jejak Zheng He di Indonesia diantaranya mengunjungi Samudera Pasai dan memberikan lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, kemudian berlabuh di Muara Jati (Cirebon) dan menghadiahi cenderamata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon salah satunya sebuah piring yang bertuliskan Ayat Kursi yang masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon, termasuk dikelenteng Sam Poo Kong (Gedung Batu)

Gallery Photo 

Gazebo untuk para pengunjung

Kunjungan saya ke Kelenteng Sam Poo Kong sekitar 45 menit kemudian menuju destinasi berikutnya yaitu Museum Satria Mandala seperti biasa dengan menggunakan gojek memecah kemacetan disekitar kelenteng. Sesampainya di Museum Satria Mandala ternyata tutup saya pikir tutup karena memang sedang Istirahat namun setwlah ditunggu sampai 30 menit bahkan lebih dari jam istirahat Museum tidak kunjung dibuka hanya ada Bus Wisata saja yang sedang menurunkan penumpang didepan museum. Lelah menunggu akhirnya saya melanjutkan perjalanan menuju Imam Bonjol Hostel saja untuk Check-in beristirahat sejenak. Dari Museum Satria Mandala ke Hostel hanya sekitar 550 meter jadi saya jalan kaki saja tanggung juga kalo mau pake gojek. Lokasi Hostel yang berada di Jl. Imam Bonjol ternyata berada di lantai 2 dan 3 untuk lantai satu dipakai minimarket, setelah verifikasi data aya dapat kamar no 305 cukup nyaman saya pikir tempat tidur, selimut dan handuk serta AC dan meja dan shared bathroom.

Thursday 26 October 2017

Museum Ranggawarsita

Berhenti di Halte RST dekat Kampung Pelangi saya order goride menuju Museum Ranggawarsita sekitar 3,6 km perjalanan sekitar 10 menit. Tiba di Museum Ranggawarsita jam 11:08 kemudian membeli tiket masuk seharga Rp 4.000.00.- 


Tiket masuk Museum Ranggawarsita

Sayang ketika akan mengambil foto depan dari Museum digunakan untuk pesta pernikahan serta ada mobil pengantin, males juga kan mau photo tapi ada yg kawinan 😒

Museum yang terletak di Jl Abdurrahman Saleh ini merupakan museum terlengkap di Semarang yang memiliki koleksi sejarah, alam, arkeologi, kebudayaan, era pembangunan dan wawasan nusantara. Jika saya bandingkan dengan Museum Negeri Sonobudoyo dan Museum Negeri Sri Baduga, Museum Ranggawarsita termasuk Museum yang paling lengkap koleksinya. Ketiga Museum ini koleksinya hampir tidak jauh beda ada koleksi geologi, biologi, arkeologi, historika, filologi, numismatic, heraldika, kramologika, teknologika, ethnografika dan seni rupa.

Nama museum ini diambil dari nama salah satu pujangga Indonesia, Ranggawarsita ada yang menyebutnya Ronggowarsita. Raden Ngabehi Rangga Warsita lahir di Surakarta, Jawa Tengah  24 Desember 1873 adalah seorang pujangga besar budaya hidup Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir di tanah Jawa terkenal dengan hasil karyanya dala bidang filsafat dan kebudayaan, karya sastra tulisan Ranggawarsita antara lain: 

  • Bambang Dwihastha: Carios Ringgit Purwa
  • Bausastra Kawi atau Kamus Kawi-Jawa beserta C.F. Winter SR
  • Sajarah Pandhawa Ian Korawa: Miturut Mahabhrata beserta C.F. Winter SR
  • Sapta Dharma
  • Serat Aji Pamasa
  • Serat Candrarini
  • Serat Cemporet
  • Serat Jaka Lodang
  • Serat Jayengbay
  • Serat Kalatidha 
  • Serat Panitisastra
  • Serat Panji Jayeng Tilam 
  • Serat Paramasastra
  • Serat Paramayoga
  • Serat Pawarsakan
  • Serat Pustaka Raja
  • Suluk Saloka Jiwa
  • Serat Wedaraga
  • Serat Witaradya
  • Sri Kresna Barata
  • Wirid Hidayat Jati
  • Wirid Ma'lumat Jati
  • Serat Sabda Jati (wikipedia)


Patung Ranggawarsita di Museum Radya Pustaka photo ini saya ambil ketika berkunjung ke Museum Radya Pustaka Tahun 2015.

Museum ini menempati luas tanah 2 hektare, museum ini dibuka setiap hari jam 08.00 sampai 16.00 wib. Museum Ranggawarsita mempunyai koleksi yang berjumlah lebih dari 50.000 buah yang terbagi dalam 10 jenis, yaitu geologi, biologi, arkeologi, historika, filologi, numismatic, heraldika, kramologika, teknologika, ethnografika dan seni rupa. Museum Jawa Tengah Ranggawarsita merupakan sebuah aset pelayanan publik di bidang pelestarian budaya, wahana pendidikan dan rekreasi. Pendirian museum pertama kali dirintis oleh proyek rehabilitasi dan permuseuman Jawa Tengah pada tahun 1975 dan secara resmi dibuka oleh Prof Dr Fuad Hasan pada tanggal Juli 1989. 

Di Gedung A terdapat koleksi Geologi dan Geografi yang menyimpan berbagai bebatuan yang ada di bumi. Sedangkan di lantai 2 terdapat beberpa benda zaman purba, seperti fosil kayu, bebatuan, fosil makhluk hidup pada masa itu dan sejumlah binatang yang diawetkan. Sementara di gedung B terdapat peninggalan peradaban Hindu-Budha seperti Lingga, arca, cermin perunggu, ataupun patung dewa, Ada pula miniatur masjid, fragmen hias, replika kaligrafi, mustaka masjid, salinan Al-Qur’an yang ditulis tangan, dan cerobong sumur dari Caruban Lasem. Sedangkan berbagai kerjainan dari keramik, gerabah hingga batik dipajang di lantai dua. Beberapa senjata dan diorama perjuangan bangsa Indonesia terdapat di gedung C dengan lantai 2 berisi koleksi tekonologi dan kerajinan tradisional. Koleksi di gedung D lebih mengenai Indonesia pasca masa perjuangan dengan koleksi pembangunan, heraldik, numistik, tradisi, ruang intisari, dan hibah. Sementara peralatan kesenian dan pagelaran berada di lantai 2. (Dikutip dari berbagai sumber)

Ok cukup membahas Ranggawarsitanya kita jelajahi museumnya.


Awal masuk Museum kita berjumpa dengan Replika Menara Kudus atau Mesjid Kudus adalah mesjid kuno yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahum 1549 (956 H). Lokasi saat ini berada di Desa Kauman, Kec Kota, Kab Kudus Provinsi Jawa Tengah. Keunikan dari Mesjid ini karena memikiki menara serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam dengan Budaya Hindu-Budha sehingga terjadi proses akulturasi dalam pengislaman di tanah Jawa.


Sebuah Sepeda Pos yang ada di Museum Ranggawarsita


Besalen adalah tempat kerja tradisional untuk membuat Keris, Tombak atau senjata pusaka lainya. Biasanya letak besalen dekat dengan mpunya.


Pertunjukan wayang kulit dengan berbagai alat musiknya


Ukiran Gedongan


Alat angkut tradisional asal Kraton Surakarta (Solo) 

Berbagai koleksi memang banyak sekali di Museum Ranggawarsita tidak cukup rasanya jika hanya berkeliling satu atau dua jam saja untuk menelusuri sudut ruangan museum 



Gading dari Gajah Purba/Mamooth


Arca Muka Dua


Lingga dan Yoni 

Lingga adalah menyerupai alat kelamain Pria karena benruknya seperti Phallus lambang kesuburan pada masa megalitikum, sedangkan yoni adalah menyerupai alat kelamin wanita yag merupakan lambang kesuburan.


Beberapa koleksi yang saya foto, banyak ruangan yang belum saya telusuri dikarenakan keterbatasan waktu. Masih ada tempat yang harus dikunjungi yaitu Kelenteng Sam Poo Kong.

Wednesday 25 October 2017

Indonesian Railways Museum

Akhirnya waktu itu datang juga, saya bisa berkunjung ke Museum Kereta Api Indonesia di Ambarawa awalnya agak ragu menuju ke Ambarawa disamping perjalanan jauh tempat yang saya kunjungi pun cukup banyak dengan waktu yang hanya sehari selain itu juga saya tidak bisa menyewa motor di Semarang karena full booked padahal 3 hari sebelumnya saya pesan. Terpaksa memakai transportasi umum terutama Gojek yang saya andalkan untuk mobilitas tinggi apalagi ketika macet. 

Tiba di Stasiun Semarang Tawang sekitar jam 05:00 setelah sholat saya mencari Halte Trans Jateng saya berjalan keluar Stasiun ke arah timur sayangnya tidak ketemu, mungkin arah baratnya. Namun sudah tanggung saya ke timur dekat polder tawang saya pesan Gojek dari Stasiun menuju Terboyo, kata mas Gojeknya kalo mau ke Ambarawa mending lewat Banyumanik banyak bis kesana, memang sih direferensi google pun banyak yang ke Banyumanik. Atas saran mas gojeknya saya ngikut saja ke Banyumanik dengan tarif Rp 26.000 kalau pake google maps jarak dari Semarang Tawang ke Banyumanik sekitar 15 km dengan waktu tempuh 46 menit, karena berangkat masih pagi sekitar jam 05:29 beruntung tidak ada kemacetan mungkin sampai lebih cepat dari perkiraan. Setelah di Banyumanik saya diarahkan oleh mas gojek untuk naik bis 3/4 warna merah Semarang – Ambarawa kemudian saya minta diturunkan di Monumen Palagan Ambarawa dengan tarif hanya Rp 7000.00,- 
Jarak Banyumanik ke Monumen Palagan Ambarawa adalah 27 km waktu tempuh adalah 48 menit melewati Kab Semarang, Ungaran, Bawen kemudian Ambarawa ada beberapa lokasi kemacetan namun tidak terlalu parah, lalu lintas padat karena masuk sekolah dan kerja. Dalam perjalanan pun saya melewati Pagoda Avalokitesvara salah satu list objek wisata yang saya kunjungi sayang karena efisiensi waktu saya urung kesini. Kemudian ketika melewati PT Apac Inti Corpora Bawen saya teringat teman-teman kerjaan yang memang pernah bekerja sama ketika saya bekerja di DMT perusahaan join dengan APAC Inti entah sekarang mereka kemana, semoga mereka sehat selalu. Setelah sampai di Monumen Palagan Ambarawa saya turun belok kiri sedikit lalu kita berjalan sekitar 550 meter atau naik angkot pun ada tapi saya lebih baik jalan saya duduk terus dari kereta sampai naik bis rasanya pegal. 


Cerah sekali cuacanya, museum belum dibuka

Sekitar 10 menit saya jalan akhirnya saya sampai di Pintu Masuk Museum Kereta Api Indonesia jam 07:29 saya tiba di museum menurut google map timeline. Masih 30 menit lagi Museum nya buka kebetulan di sebelah kiri dari museum adalah Dipo Lokomotif saya pun berbincang dengan warga yang memang sering sekali ke Dipo Lokomotif Ambarawa sekedar duduk-duduk dan berbincang


Dipo Lokomotif si Mbah

Tidak lupa saya pun minta izin untuk mengambil photo lokomotifnya, alhamdulillah satpamnya bertugas welcome sekali. Dipo lokomotif yang tua ini masih bisa dihidupkan dan dipakai untuk kegiatan wisata.


Lokomotif B5112 buatan Hanomag, German adalah salah satu lokomotif yang dipakai untuk menarik KA Wisata. Lokomotif B5112 menjadi salah satu koleksi Museum Kereta Api Ambarawa yang tersimpan dan sudah lama tidak beroperasi. Tanggal 1 Januari 2013 dihidupkan kembali secara resmi dan diujicobakan secara resmi pada acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) Reaktivasi Jalur kereta api Kedungjati – Tutang bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dengan aktifnya Lokomotif B5112 maka bertambah satu armada lokomotif uap menjadi 3 unit setelah sebelumnya B2502 dan B2503.(HumasKA)


Bokong B2502

Kemudian disebelah kanan dari B5112 ada lokomotif B2502 buatan pabrik Esslingen German mulai dioperasikan pada tahun 1902 sudah 115 tahun 👏 sudah tua sekali si mbah. Perusahaan kereta api NIS (Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij) membeli 5 unit lokomotif uap B25 untuk melayani angkutan militer dan untuk melalui rel bergerigi yang ada di rute Ambarawa – Secang dan rel bergerigi rute Jambu-Bedono-Gemawang sepanjang hampir 6,5 km, ya keunikan lokomotif ini memiliki roda gigi yang berfungsi mengait rel bergerigi yang ada dibawahnya, agar kereta api bisa menanjak.


Ini kereta penumpang yang saya kurang jelas dari mana namun menurut petugas disana kereta penumpang ini dindingnya memakai kayu jati kemudian bisa disewa untuk berwisata, meeting dan didalamnya ada berbagai sarana hiburan. 

Tepat jam 08:00 pintu masuk Museum Kereta Api Ambarawa dibuka beberapa pengunjung sudah mulai berdatangan ke pintu masuk.


Dihalaman pintu masuk museum


Tiket Masuk Museum Kereta Api Ambarawa adalah Rp 10.000.00,-

Penumpang juga bisa berwisata menaiki kereta api wisata ada dua pilihan yaitu reguler dan sewa. Untuk yang reguler menggunakan kereta diesel wisata reguler ini tersedia di akhir pekan Sabtu dan Minggu serta Hari Libur Nasional, wisatawan tinggal datang ke museum kemudian membeli tiket lalu menikmati perjalanan. Wisata kereta reguler menggunakan lokomotif diesel dengan menarik dua kereta dengan kapasitas 40 penumpang per kereta. Sehari wisata reguler ini sebanyak 3 kali perjalanan jam 10:00 kemudian jam 12:00 terakhir jam 14:00 melayani wisata Ambarawa – Tutang yang kondisi rute masih landai dengan lama perjalanan sekitar satu jam dengan harga tiket Rp 50.000.00,- sayang ketika saya bertanya ke petugas tiketing wisata reguler hanya ada jam 14:00 sayang saya tidak bisa mengikutinya karena keterbatasan waktu. Namun jika ada yang berminat naik kereta wisata reguler ini disarankan untuk membeli tiket jauh sebelum keberangkatan karena terbatasnya jumlah penumpang.

Untuk yang kedua adalah dengan cara sewa, biasanya untuk keluarga besar, grup atau gathering dll. Kita bisa memilih menggunakan kereta uap atau diesel dengan rute Ambarawa – Bedono dengan rute yang berbukit atau Ambarawa – Tutang dengan pemandangan disekitar Rawa Pening seperti halnya paket reguler. Jika memilih Ambarawa – Tutang bisa memilih Lokomotif Diesel atau Lokomotif Kereta Uap namun jika memilih rute Ambarawa – Bedono harus memakai kereta uap bergerigi karena rute yang menanjak. Tarifnya? Yang jelas puluhan juta 😅 

Ya sudah intermezonya kita masuk ke Museum Kereta Api yaitu Stasiun Ambarawa atau Stasiun Willem I



Ini lah main hall dari Stasiun Willem I yang sekarang disebut Stasiun Ambarawa (ABR) 

Museum Kereta Api Indonesia awalnya adalah sebuah stasiun yang bernama Stasiun Willem I, stasiun yang dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang diresmikam pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan pembukaan lintas Kedungjati – Ambarawa. Tahun 1907, bangunan Stasiun Ambarawa direnovasi dengan mengganti material semula berupa kayu dan bambu menjadi batu bata.

Pada awal pengoperasiannya, Stasiun Willem I digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi militer disekitar Jawa Tengah. Setelah itu dinon-aktifkan tahun 1976. Stasiun Ambarawa dicanangkan sebagai Museum Kereta Api oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Supardjo Rustam.

Indonesia Railway Museum sebagai museum kereta api terbesar di Asia Tenggara menampilkan koleksi perkeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi. Beberapa koleksi sarana perkeretaapian heritage seperti 26 lokomotif uap, 4 lokomotif diesel, 5 kereta dan 6 gerbong dari berbagai daerah.



I'am Ambarawa


Bangunan Stasiun sekarang didalamnya berbagai koleksi museum tersimpan.


Bangunannya masih terawat dengan baik


Loket pembelian tiket pada masanya 


Masuk kedalam ruangan ada koleksi karcis kereta api dan pemberi tanggal


Buku peraturan kereta api dan mesin ketik 


Genta PJL atau Genta Petugas Jaga Lintas merupakan alat bantu komunikasi yang mengirimkan berita terkait perjalanan kereta api. Lonceng digunakan untuk memberitahu PJL agar waspada karena ada kereta api lewat. 


Sinyal Alkmaar


Meja putar atau turn table


C2001


F1002


Si mbah ada yang sewa sayang saya cuma liat doang 😒


Kereta Inspeksi Madura 

Masih banyak koleksi-koleksi yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa ini hanya sedikit dari koleksi yang saya ambil fotonya. Waktu 90 menit untuk mengeksplore seluruh bagian dari Museum Kereta Api Ambarawa memang dirasa sebentar namun karena masih banyak tempat yang harus saya kunjungi maka saya akhiri. 

Setelah bernostalgia dengan kereta di Museum Kereta Api Ambarawa saya akan mengunjungi tempat kedua yaitu Museum Palagan Ambarawa akan dibahas pada postingan selanjutnya.

Salam Railfans!