Wednesday 25 October 2017

Monumen Palagan Ambarawa

Setelah selesai berkunjung ke Museum Kereta Api Ambarawa kunjungan kedua saya yaitu menuju ke Museum Palagan Ambarawa tidak jauh dari Museum Kereta Api Ambarawa kita bisa berjalan sekitar 550 meter tepatnya dipinggir jalan Sugiyopranoto yang menuju arah Magelang/Yogyakarta. 


Tiket masuk menuju Monumen Palagan Ambarawa dan Museum Isdiman Rp 7.500.00,-


Pintu masuk ke Museum

Tidak jauh dari pintu masuk sebelah kiri saya melihat Museum yang di beri nama Museum Isdiman, siapa itu Isdiman.


Inilah Museum Isdiman yang berada di Monumen Palagan Ambarawa


Ketika saya masuk museum langsung berhadapan dengan patung Letkol Isdiman

Masuk kedalam Museum kondisinya gelap kurang terawat berdebu sayang sekali melihat kondisi tersebut



Kurang terawat, diletakan begitu saja 


Perlengkapan perang


Bom, mortir sampai ranjau darat tersimpan di Museum Isdiman.

Museum Palagan Ambarawa juga memajang beberapa foto wajah hitam-putih beberapa orang tentara yang memiliki peran penting dalam peperangan Ambarawa.

Mayor Sarjono
Komandan Batalyon TKR Divisi IX yang turut memperkuat Resime Magelang dalam Palagan Ambarawa

Kapten Widodo
Selaku Komandan Kompi dari Batalyon Soeharto turut aktif dalam Palagan Ambarawa.

Kapten Sarwo Edhie Wibowo
Selaku Komandan Kompi dari Batalyon A. Yani Turut aktif dalam Palagan Ambarawa.

Kapten Tjokropranolo
Ajudan Panglima Besar Jenderal Soedirman

Mayor Soeharto
Komandan Batalyon TKR Divisi IX dalam Palagan Ambarawa dan ikut aktif melakukan pengepungan dan pengejaran terhadap sekutu.

Mayor Suryo Sumpeno
Selaku Komandan Batalyon I Resimen Magelang aktif dalam Palagan Ambrawa.

Mayor Suyoto
Anggota Resimen Temanggung, gugur di Mijen (Ungaran) pada tanggal 29 November 1945 dalam Palagan Ambarawa.

Kolonel GPH Jati Kusumo
Selaku komandan Divisi IV dalam Palagan Ambarawa, turut aktif melakukan pengepungan dan pengejaran terhadap sekutu.

Kolonel Soedirman
Panglima Divisi V selaku pimpinan Pasukan TKR dalam Palagan Ambarawa.

Letnan Kolonel Gatot Soebroto
Selaku Komandan Divisi V TKR aktif melakukan pengejaran sekutu dari Magelang.

Letkol Isdiman
Komandan Resimen 16/II Purwokerto, gugur pada tanggal 26 November 1945 dalam Palagan Ambarawa

Letkol M. Sarbini
Selaku Komandan Resimen Magelang, turut serta dan aktif dalam Palagan Ambarawa.

Kapten Surono
Salah seorang anak buah Letkol Gatot Subroto turut aktif dalam Palagan Ambarawa

Kapten Widodo
Selaku Komandan Kompi dari Batalyon Soeharto turut aktif dalam Palagan Ambarawa.

Kapten Abimanyu
Salah seorang anak buah Kolonel Soedirman ia turut aktif menyusun rencana mengadakan serangam umum terhadap Ambarawa

Mayor Imam Androngi
Selaku Komandan Batalyon dari Divisi V, ia melakukan pengejaran terhadap sekutu antata Magelang - Ambarawa

SEJARAH SINGKAT
Letnan Kolonel Isdiman adalah Komandan Resimen 16/II Purwokerto ia terbunuh dalam peperangan Ambarawa pada tanggal 26 November 1945, ia adalah salah satu komandan terbaik yang dimiliki oleh Kolonel Soedirman pada masa itu yang harus membuatnya kemudian memimpin sendiri pertempuran Ambarawa. Singkat cerita Pertempuran Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap sekutu yang terjadi di Ambarawa sebelah selatan dari Semarang. Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda). Awalnya kedatangan sekutu disambut dengan baik dan sekutu berjanji tidak akan mengganggu Kedaulatan Republik Indonesia. Namun ketika pasukan sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Ketegangan demi ketegangan terjadi kerika tawanan Belanda bertindak sombong, serta mengabaikan kedaulatan Pemerintah dengan terang-terangan berusaha untuk kembali menduduki Indonesia.
Pada tanggal 11 Desember 1945 Panglima Besar Jenderal Soedirman yang kala itu masih berpangkat Kolonel mengadakan rapat dengan komandan sektor TKR dan Laskar. Kehadiran Soedirman ke Ambarawa bertujuan membangkitkan semangat TKR dan Rakyat setelah gugurnya Letkol Isdiman pada pertempuran sebelumnya. 

Komandan Kompi dari Batalyon Soeharto turut aktif dalam Palagan Ambarawa.
Kapten Sarwo Edhie Wibowo

Komandan Batalyon TKR Divisi IX yang turut memperkuat Resimen Magelang dalam Palagan Ambarawa.

Pada tanggal 12 Desember 1945 serangan mulai di lancarkan, serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sektor secara berlapis. Taktik ini disebut Letkol Soedirman sebagai Taktik mengunci atau mengurung lawan. Akibat dari serangan ini, pasukan sekutu benar-benar terkunci lantaran suplai dan komunikasi dengan pasukan induk di Semarang putus sama sekali. Pertahanan sekutu yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak ditengah-tengah kota Ambarawa. Setelah bertempur selama 4 hari, tanggal 15 Desember 1945 akhirnya sekutu mundur ke Semarang dan Ambarawa benar-benar bisa direbut kembali. Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingati sebagai Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau yang sekarang kita kenal sebagai Hari Juang Kartika


Inilah Monumen Palagan Ambarawa dibagian monumen ada relief yang menceritakan pertempuran tersebut

Disekitar monumen pula dapat kita lihat beberapa sisa-sisa dari pertempuran Palagan Ambarawa tank, meriam, pesawat, truk dan kereta api dll.


Meriam Gunung buatan Swedia


Pesawat Mustang P.51 (Cocor Merah) 

Pertempuran besar atau Palagan di Ambarawa bulan Desember 1945 adalah pencerminan tekad dan semangat juang  bangsa Indonesia dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan persenjataan yang sangat terbatas pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) berhasil menembak pesawat terbang pasukam sekutu dari skuadron 13 Royal Air Force dari Kali Banteng, Semarang yang diyakini pesawat Mustang P.51 (Cocor Merah) yang sangat ditakuti pada waktu itu dan sampai saat ini masih tenggelam di Rawa Pening.


Tank berada dibelakang monumen ada pula truk dan kereta api bergerigi 


Truk ini mungkin saksi sejarah dari Palagan Ambarawa 


Bisa melihat kereta penuh sejarah ini


Lokomotif Uap bergerigi

Tidak lama saya berada di Monumen Palagan Ambarawa hanya sekitar 30 menit 09:41 menurut google timeline saya sudah meninggalkan Museum order Goride tujuan terminal Bawen, ternyata ada satu driver yang eksis di Ambarawa saya hanya membayar Rp 2.500.00 belum termasuk tip dari Monumen Palagan Ambarawa ke Terminal Bawen entah saya dapat voucher atau apa tapi ya Alhamdulillah. Sampai di Terminal Bawen sekitar jam 09:55 saya mencoba untuk naik BRT Trans Jateng koridor 1 Terminal Bawen - Stasiun Tawang naik BRT Trans Jateng cukup nyaman namun masa tunggunya cukup lama dikarenakan terbatasnya armada yang tersedia halte yang tersedia sangat sederhana bahkan ada yang portable dengan tarif yang bersahabat Rp 3.500.00.- sama seperti Transjakarta. Tiket dibayar ketika sudah berada di dalam bis, tidak semuanya halte bis akan berhenti tergantung penumpang juga. Berhenti di Halte RST karena pandangan saya terfokus ketika melewati Kampung Pelangi cukup terkesan juga dengan kampung tersebut, didepan kampung tersebut berjajar florist-florist. Sayang saya tidak mengabadikannya, order Goride dari Halte RST menuju Museum Ranggawarsita.

2 comments: