Sunday 21 January 2018

Gedung Joang 45


Sekitar tahun 1930-an daerah Menteng merupakan hutan yang banyak ditumbuhi Pohon Menteng. Daerah ini merupakan tanah milik orang Arab yang kemudian dibeli oleh pemerintah Hindia-Belanda. Seiring perkembangan kota Batavia serta perdagangan hasil bumi ke mancanegara semakin meningkat. Pada tahun 1938 L.C. Schomper membuka hotel didaerah Menteng ini bernama Hotel Schomper.  Hotel ini dipergunakan khusus untuk para pedagang asing, pejabat tinggi dan pribumi yang singgah.
Hotel Schomper merupakan hotel termegah saat itu. Bangunanya khas kolonial kuno, didepan pilar pilar marmer yamg membatasi serambi depan dan pintu masuk dengan bordes marmer. Ruang tamunya sangat luas dibagian tengah bangunan. Ruang makan ditempatkan dibelakang dekat dapur, gudang dan 3 kamar untuk juru masak. Disamping kiri dan kanan bangunan serambi utama membentuk sayap dengan 5 kamar disayap kiri dan 8 kamar besar yang dilengkapi kamar mandi disayap kanan.

Pada waktu Belanda menyerah pada tanggal 8 Maret 1942, gedung ini diambil alih oleh Jepang dan diserahkan kepada Jawatan Propaganda Jepang (Sendebu). Sejak bulan Juli 1942 oleh Sendebu diserahkan kepada pemuda Indonesia dan atas kerja keras para pemuda Indonesia seperti Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan A.M. Hanafi di jadikan asrama Angkatan Baru Indonesia untuk digunakan tempat pendidikan para pemuda, untuk menyokong pemerintah Jepang di Indonesia. Disamping itu Jepang memperbolehkan Gedung ini dipergunakan untuk mendidik para pemuda dalam menyongsong kemerdekaan. Tempat ini dijadikan tempat pendidikan politik yang dibiayai oleh "Gunseikanbu Sensebu". Jepang bermaksud mendidik para pemuda Indonesia menjadi kader-kader demi kepentingan Asia Timur Raya. Maksud dan Cita-cita jepang ini kemudian berhasil dibelokan oleh para pemimpin Indonesia yang ditugaskan menjadi guru ditempat ini dengan menanamkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yamg murni. Pusat pendidikan ini kemudian dikenal dengan nama "Asrama Angkatan Baru" Indonesia dan akhirnya menjadi asrama Menteng 31 dan pemudanya disebut "Pemuda Menteng 31"
Gedung Menteng 31 dijadikan markas Pusat Tenaga Rakyat atau PUTERA yang didirikan pada tanggal 9 Maret 1943 oleh badan pertanahan Jepang untuk mewadahi dan mengendalikan kaum nasionalis. Namun atas permintaan para pengurus Angkatan Baru Indonesia, para pemuda masih dapan menggunakan gedung ini sebagai pangkalan kegiatan gerak cepat komando pemuda antar pusat dan daerah. Pada tanggal 1 Maret 1944, PUTERA dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru dengan tugas yang sama yaitu memobilisasi rakyat Indonesia dengan nama Jawa Hokokai (Kebangkitan Rakyat Jawa) dan bermarkas di Gedung Mentwng 31, sejak itu para pemuda Menteng 31 berjuang diluar gedung tersebut.
Pasca Proklamasi Kemerdekaan RI para Pemuda Menteng 31 melebur dengan Komite van Aksi Revolusi Proklamasi dan berhasil merebut kembali Gedung Menteng 31 dari tangan Jawa Hokokai pada tanggal 23 Agustus 1945. Program Pertama Komite van Aksi yaitu mendesak agar dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan menjadikan Pembela Tanah Air (PETA) serta Heiho sebagai Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Setelah PETA dibubarkan oleh Jepang, Komite van Aksi merubah total programnya dengan menyusun kekuatan pemuda bersenjata yang dipelopori oleh Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Menteng 31 yang kemudian melebur ke dalam organisasi bersenjata "Laskar Rakjat Djakarta Raja" yang dibentuk dibelakang gedung Menteng 31. Pada tanggal 11 November 1945, Perdana Menteri Sjahrir menyatakan Jakarta dijadikan sebagai Kota Diplomasi. Akhirnya Pemuda Menteng 31 dan Laskar Rakjat Djakarta Raja meninggalkan Menteng 31 dan menyingkir ke markas Leonilen di Jatinegara, kemudian ke Bekasi, Karawang dan Cikampek.
Pada masa pendudukan Jepang dan Pergerakan Nasional gedung ini digunakan sebagai "Markas para pemuda radikal" dalam melancarkan aksi merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Pada bulan juli 1942, Menteng 31 menjadi asrama Angkatan Baru Indonesia, tempat berkumpulnya para pemuda radikal dalam mematangkan rencana kemerdekaan Indonesia. Asrama ini berfungsi sebagai tempat pendidikan politik kebangsaan dan sebagai pengajarnya dipilih beberapa tokoh seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soenario, Mr. Ahmad Soebardjo, MZ Djamek, Mr. Dayoh, Mr. Muwardi, Sanusi Pane, Ki Hajar Dewantara dan Mr. Amir Sjarifoeddin. Selain tokoh pergerakan nasional sebagai tenaga pengajar, pihak Jepang juga ikut terlibat menjadi tenaga pengajar (Prof. Nakatani, H. Shimizu dan Prof. Bekki)

Tahun 1972 ditetapkan sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi undang-undang monumen (Monumenten Ordonantie) STBL.1931 No.238 dan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. CB. 11/1/12/72 Tanggal 10 Januari 1972.
Pada tanggal 19 Agustus 1974 Gedung ini dijadikan sebagai Museum Joang 45

Koleksi Museum
Ketika berkunjung ke Museum Joang 45 sejumlah lukisan tentang peristiwa seputar proklamasi kemerdekaan RI. Terdapat pula beberapa diorama, antara lain yang menggambarkan suasana Gedung Menteng 31 pada masa kemerdekaan dan orasi Soekarno dalam Rapat Besar di Lapangan IKADA pada 19 September 1945. 


Koleksi pakaian perang dan berbagai furniture pun ada disini. Ada pula arsip dokumentasi berupa foto-foto dan patung dada dari para tokoh pergerakan kemerdekaan.


Koleksi lainnya yang terdapat di museum ini adalah tiga kendaraan kepresidenan yang digunakan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI. Sayang ketika akan berkunjung pintu keluar dari museum masih terkunci terpaksa harus keluar melewati pintu masuk. Selain koleksi yang tersebut diatas ada pula koleksi tanda penghargaan, penjelasan mengenai perjanjian-perjanjian seperti Perundingan Linggajati, Konferensi Meja Bundar, Perjanjian Renville, berbagai koleksi pakaian, selebaran propaganda Jepang. 


Menariknya disini terdapat replika tandu Panglima Besar Jenderal Soedirman meskipun sakit dia tetap bergeriliya. 


Untuk lengkapnya silahkan berkunjung ke Museum atau Gedung Joang 45 letaknya cukup strategis disisi jalan, hanya sekitar 1,3 km dari Stasiun Gambir dengan harga tiket masuk sebesar Rp 5.000,-

No comments:

Post a Comment