Tuesday 27 March 2018

Gamelan Sari Oneng Parakansalak


Kunjungan saya ke Museum Prabu Geusan Ulun awal Maret 2018 yang lalu menambah ilmu pengetahuan yang saya miliki mengenai Gamelan Sari Oneng Parakansalak yang tersimpan di Gedung Gamelan Museum Prabu Geusan Ulun. Gamelan itu seperangkat alat musik yang biasanya terdiri dari Saron Pangbarep, Saron Panempas, Demung, Peking, Gambang, Jenglong, Bonang, Kendang, Goong, Kecrek dll

Informasi dari Bapak Abdul Syukur selaku Tour Guide Museum bahwa di Museum Prabu Geusan Ulun ada dua Gamelan, yaitu: Gamelan Sari Oneng Mataram adalah gamelan yang dibuat di Kerajaan Mataram sebagai hadiah kepada Kerajaan Sumedang Larang yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Kemudian Gamelan Sari Oneng Parakansalak, menurut data dari administratur Adriaan Wallrafenholle perkebunan teh Parakansalak Sukabumi, Gamelan Sari Oneng Parakansalak dibuat di Sumedang Tahun 1825, saat itu Sumedang merupakan pusat budaya di Jawa Barat. Sedangkan rancak (rangka) gamelan milik dibuat dari kayu besi di Muangthai (Thailand) dengan warna biru dan hijau. Kepala harimau China diukir di Saron dan Naga pada gantungan gong.


Gamelan ini pernah melanglangbuana ke Eropa berkat Karel Frederick Holle dan Adrian Walraven Holle bersama seniman Sunda ke beberapa negara Eropa untuk mempromosikan hasil perkebunan berupa teh dan kopi ditanah Sunda.

Dipentaskan secara rutin di World Exhibition Amsterdam, Belanda dari tahun 1880-1931 bersama seniman Sunda.

Pada tahun 1883 Gamelan Sari Oneng Parakansalak ikut pameran internasional di Amsterdam dalam rangka pameran teh sedunia.

Pada tahun 1889 mengikuti Pameran Exposition Universelle dalam rangka promosi teh di Paris, Prancis. Sekaligus perayaan 100 tahun Revolusi Perancis dan Peresmian Menara Eiffel

Dalam Buku COLONIAL SPECTACLES The Netherlands and The Dutch East Indies at the World Exhibitions 1880-1931 karya Marieke Bloembergen yang diterjemaahkan oleh Beverley Jackson menuliskan, lewat stand bernama "kampoeng" , pengunjung disuguhi pemukiman ala Jawa dan Sunda, pembuat batik, serta pengrajin senjata tradisional. Namun, primadonanya ada di gedung kesenian yang berkapasitas 1000 orang. Puluhan pemusik dan belasan penari ronggeng Sunda serta Mangkunegara Solo beraksi diiringi Gamelan Sari Oneng Parakansalak.

Dalam buku Soekaboemi the Untold Story @ Eiffel Tower-Paris, dikisahkan tentang delegasi gamelan Sari Oneng yang terdiri dari 75 orang pekerja dari perkebunan teh Parakansalak dan Sinagar yang dipimpin Suminta Mein mengisi acara dalam peresmian Menara Eiffel 31 Maret 1889, saking lamanya manggung disana (Sekitar 6 Bulan) sampai ada pemain yang hamil, bahkan melahirlan di Paris. Ada pula pemain yang meninggal dan dimakamkan di Paris. Hal itu dimuat dalam koran Prancis Le Figaro dan Le Rappel, pertunjukan mereka sangat sukses bahkan Claude Debussy seorang komposer Perancis, duduk berjam-jam mengagumi musik Gamelan dan mempengaruhi hasil karyanya seperti Danser Pour Harpa, Danse Sacree et Danse Profane, Pagodes dan Prelude a l'apres Midi d'un Faune.

Tahun 1893 ikut dalam pameran dalam rangka promosi Teh Chicago dalam acara World Columbian Exposition Chicago.

Kini Gamelan Sari Oneng jarang digunakan lagi, dari pentas keliling Eropa dan Amerika. Gamelan Sari Oneng kini hanya dipakai mengiringi kursus mnari anak-anak di Museum Prabu Geusan Ulun. Pertunjungan besar terakhir Gamelan Sari Oneng saat mengiringi ulang tahun pernikahan ke-60 Soeriadanoeningrat sekitar 36 tahun yang lalu serta terakhir, Gamelan Sari Oneng Parakansalak pada Desember 2012 dimainkan dalam acara Musyawarah Agung Raja dan Sultan Se-Nusantara yang bertempat di Gedung Merdeka, Bandung. Gamelan tersebut dimainkan untuk mengiringi tarian Jayeng Rana yang dilakukan oleh R. Widawati Noer Lesmana cucu dari R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah

Lagu-lagu yang biasa dimainkan dan diiringi oleh Gamelan Sari Oneng Parakansalak ini diantaranya:

1. Soropongan – Dalem Bintang Aria Koesoemahdilaga (1919-1937)
2. Surasari – Pangeran Koesoema Dinata (Pangeran Soegih) (1834-1882)
3. Barong – Adipati Aria Koesoemahdilaga (1919-1937)
4. Sonteng – Pangeran Aria Soeria Atmadja (Pangeran Mekah) 1882-1919
5. Paksi Nguwung – Adipati Aria Soerya Natadibrata
6. Candirangrang - Adipati Aria Soerya Natadibrata
7. Gordah – Adipati Soerialaga 1765-1773
8. Wani-wani – Pangeran Koesoema Dinata (PangĂ©ran Soegih) 1834-1882
9. Amengan – Pangeran Koesoema Dinata (Pangeran Soegih) 1834-1882

Rasa penasaran saya akan lagu-lagi ini saya cari di Youtube ternyata ada.

Selain sejarahnya yang cukup panjang, ada cerita mistis terselip pada kisah tentang Gamelan Sari Oneng Parakansalak ini. Gong yang bernama goong indung atau goong ageung (gong besar) yang mempunyai berat sekitar 30 kg, dimana gong ini pernah tertinggal di Belanda kemudian disimpan di Tropen Museum. Dikisahkan ketika itu gong besar ini selalu berbunyi sendiri, ia membuat takut pengelola dan pengunjung museum, karena hal tersebut maka pada tahun 1989 gong ageung ini dikembalikan ke Indonesia dan kembali ditempatkan di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang.

Beberapa alat musik mulai digerogoti usia dan tak lengkap lagi, seperti saron dan bonang yang kehilangan logam sumber bunyi. Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun berharap perhatian besar pemerintah ikut mengusahakan yang terbaik untuk Gamelan Sari Oneng Parakansalak termasuk tempat penyimpanan yang representatif. Dibeberapa surat kabar saya pun membaca ada suatu keinginan Gamelan Sari Oneng Parakansalak kembali ke Sukabumi, sah sah saja menurut saya karena memang milik Parakansalak, Sukabumi. Hanya saja pihak Yayasan Pangeran Sumedang yang mengelola Museum Prabu Geusan Ulun termasuk Gamelan Sari Oneng Parakansalak yang ada dimuseum, agar Sukabumi mempunyai Museum yang representatif untuk gamelan tersebut.

Disarikan dari berbagai:
Surat Kabar
Buku
Disparbud Jabar
Tour Guide Museum
Photo Koleksi pribadi

No comments:

Post a Comment