Sunday 13 May 2018

Candi Brahu, Candi Favorit di Trowulan



Setelah berkunjung ke Patung Buddha Tidur yang ada di Maha Vihara Majapahit saya melanjutkan perjalanan wisata saya menuju Candi Brahu sekitar 550 m kearah Utara dari Vihara, mau nyari ojek yang mangkal tapi saya tidak menemukan akhirnya ada seorang Bapak yang motornya sama persis dengan motor jadul saya Suzuki Crystal bertanya terlebih dahulu lokasi Candi Brahu ternyata bapak tersebut menawari saya untuk naik motornya karena memang searah dengan tujuannya. Setelah sampai di Candi Brahu ternyata hanya sekitar 550 m jaraknya tidak terlalu jauh sebenarnya, beruntung dapat tumpangan dengan mengucap rasa terima kasih dan saya kasih sejumlah rupiah karena saya malu jika ingin gratisan. 

Candi Brahu mulai dipugar tahun 1990 dan selesai tahun 1995 ini terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Nampak Candi Brahu sedang di bersihkan karena di dinding candi tumbuh seperti rerumputan atau mungkin tanaman perdu yang akan sangat perpengaruh pada struktur candi tersebut, biasanya batu candi brahu yang berwarna merah (batu bata) bisa cepat lapuk jika ditumbuhi berbagai macam tumbuhan seperti rumput. Suasana asri di sekitar Candi Brahu yang dibuat taman yang indah menambah kesan tersendiri, pengunjung pun tidak terlalu banyak hanya beberapa saja. 

Candi Brahu sedang dalam proses perawatan yaitu menghilangkan tanaman perdu yang tumbuh di dinding candi

Candi Brahu ini adalah candi favorit saya ketika berkunjung ke Mojokerto bentuknya yang mempunyai lekukan seperti pinggang manusia, pola yang sangat indah menurut saya berbeda dengan candi-candi kebanyakan di Trowulan, Mojokerto. Jika di photo di Candi Brahu sebaiknya agak jauh agar view keseluruhan candi bisa terlihat dan satu lagi taman yang unik menjadikan tempat ini pas untuk berswafoto, taman di Candi Brahu terawat dengan baik bentu taman dengan ornamen candi menjadikan nilai lebih tempat ini.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa Candi Brahu lebih tua dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan. Nama Brahu dihubungkan diperkirakan berasal dari kata "Wanaru" atau "Warahu" yaitu nama sebuah bangunan suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga "Alasantan" yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja Brawijaya. Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.

Di sekitar kompleks candi pernah ditemukan benda-benda kuno lain, seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan benda-benda lain dari emas, serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri ajaran Buddha, sehingga ditarik kesimpulan bahwa Candi Brahu merupakan candi Buddha. Walaupun tak satupun arca Buddha yang didapati di sana, namun gaya bangunan serta sisa profil alas stupa yang terdapat di sisi tenggara atap candi menguatkan dugaan bahwa Candi Brahu memang merupakan candi Buddha. Diperkirakan candi ini didirikan pada abad 15 M. 

Candi ini menghadap ke arah Barat, berdenah dasar persegi panjang seluas 18 x 22,5 m dan dengan tinggi yang tersisa sampai sekarang mencapai sekitar 20 m. Bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi melainkan bersudut banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata pada dinding barat atau dinding depan candi. Atap candi juga tidak berbentuk berbentuk prisma bersusun atau segi empat, melainkan bersudut banyak dengan puncak datar.

Kaki candi dibangun bersusun dua. Kaki bagian bawah setinggi sekitar 2 m, mempunyai tangga di sisi barat, menuju ke selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh candi. Dari selasar pertama terdapat tangga setinggi sekitar 2 m menuju selasar kedua. Di atas selasar kedua inilah berdiri tubuh candi. Di sisi barat, terdapat lubang semacam pintu pada ketinggian sekitar 2 m dari selasar kedua. Mungkin dahulu terdapat tangga naik dari selasar kedua menuju pintu di tubuh candi, namun saat ini tangga tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga sulit bagi pengunjung untuk masuk ke dalam ruangan di tubuh candi. Konon ruangan di dalam cukup luas sehingga mampu menampung sekitar 30 orang. Di kaki, tubuh maupun atap candi tidak didapati hiasan berupa relief atau ukiran. Hanya saja susunan bata pada kaki, dinding tubuh dan atap candi diatur sedemikian rupa sehingga membentuk gambar berpola geometris maupun lekukan-lekukan yang indah ini yang menjadikan Candi Brahu menjadi favorit candi yang ada di Trowulan.


Disarikan dari Perpustakaan Nasional Indonesia 

Saya prihatin dengan aksi vandalisme yang lagi-lagi dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, terlihat goresan yang merusak batu bata padahal bangunan ini merupakan suatu bangunam bersejarah yang harus dilestarikan saya heran dengan tangan-tangan jahil mereka. Semoga mereka mengerti sangatlah sulit untuk mempertahankan suatu bangunan bersejarah dari masa ke masa agar tetap lestari.

Oke setelah berlama-lama menikmati keindahan Candi Brahu saya kembali menuju destinasi terakhir yaitu Gapura Wringin Lawang, sebelumnya saya sudah order terlebih dahulu Go Jek siapa tau ada yang ambil orderan saya.

No comments:

Post a Comment