Wednesday 7 February 2018

Gua Belanda di Taman Hutan Raya Ir. H Djuanda


Gua Belanda yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini berjarak sekitar 1,1 km dari Pintu Masuk, jadi kita akan melewati Gua Jepang terlebih dahulu jika masuk di kawasan Jl. Ir. H. Djuanda Dago.


Gua Belanda dibangun pada tahun 1906 sebagai terowongan penyadapan aliran air Sungai Cikapundung untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok yang dibuat oleh BEM (Bandoengsche Electriciteit Maatschappij) hal ini nampaknya tak lepas dari perkembangannya Kota Bandung menjadi kotapraja (1960) dengan penduduk yang mencapai lebih dari 47.500 jiwa (Jakarta 200.000 jiwa, Surabaya 150.000 jiwa, semarang 90.000 jiwa). Namun karena sebab yang belum diketahui, PLTA ini tidak lama berfungsi. Pada tahun 1918 terowongan ini beralih fungsi untuk kepentingan militer dengan penambahan beberapa ruang disebelah sayap kiri dan kanan dari terowongan utama yang sudah dibuat terlebih dahulu. Dalam terowongan untuk pembangkit listrik tenaga air sepanjang 144 meter dan lebar 1,8 meter dibangunlah jaringan gua sebanyak 15 lorong dan 2 pintu masuk setinggi 3,20 meter, luas pelataran yang dipakai gua seluas 0,6 hektar dan luas seluruh gua berikut lorong nya adalah 548 meter.


Sementara itu, sistem PLTA dibangun kembali dengan perubahan penyadapan yang tak lagi melalui gua belanda tetapi melalui saluran-saluran air bawah tanah hingga muncul kembali ke permukaan tanah di Pintu II Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan ditampung dikolam tandon yang dikenal dengan "kolam pakar". Dari Kolam Pakar air disalurkan melalui pipa menuju PLTA Bengkok (difungsikan sekitar tahun 1932) yang sejak tahun 1921 dikelola oleh GEBEO (Gemeenschappelijk Electrisch Bedrift Bandoeng en Omstreken ) dan di masa kemerdekaan menjadi PLN. Ini pun nampaknya tak lepas dari adanya pembangunan berbagai instansi pemeritahan, kemiliteran, pendidikan, perdagangan, kesehatan dan komunikasi dan lainnya pada masa itu.

Link Terkait
Gua Jepang
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Menjelang Perang Dunia II, markas angkatan perang Hindia-Belanda dan pusat komando militer tentara sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan New Zealand) ditempatkan di Bandung yang merupakan benteng pertahanan terakhir bagi Belanda. Pada masa ini, Belanda memperluas Gua dan mendirikan stasiun radio komunikasi disini sebagai pengganti Radio Malabar di Gunung Puntang yang berada di wilayah tak terlindungi dari serangan udara. Meskipun akhirnya belum optimal, namun pada awal Perang Dunia Ke II dari stasion radio inilah Panglima Perang Hindia Belanda, Letnan Jendral Ter Poorten melalui Laksamana Madya Helfrich dapat berhubungan dengan Panglima Armada Sekutu Laksamana Muda Karel Doorman untuk mencegah masuknya Angkatan Laut Kerajaan Jepang yang mengangkut pasukan mendarat di Pulau Jawa. Sayang sekali usaha ini gagal dan seluruh pasukan berhasil mendarat dengan selamat dibawah komando Letnan Jendral Hitosi Imamura.


Jalur Lori di Gua Belanda masih bisa kita lihat.

Saya merasakan jika Gua ini terasa hangat bila dibandingan dengan Gua Jepang, dinding-dindingnya pun sudah rapih begitu pun lantainya. Kesan mistisnya cukup terasa tapi mungkin ini sugesti saya, yang jelas saya pribadi jika akan ketempat yang baru dikunjungi sebisa mungkin saya "Permisi" dahulu. Pada masa kemerdekaan Goa ini pernah dipakai atau dimanfaatkan sebagai gudang mesiu oleh tentara Indonesia. Goa Belanda saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh dengan nilai sejarah.


No comments:

Post a Comment