Wednesday 7 February 2018

Gua Jepang di THR Ir. H. Djuanda


Sekitar 300 meter dari Pintu Masuk Utama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda terdapat Gua Jepang menelusuri jalan setapak dengan hijaunya pepohonan walaupun sudah tengah hari namun masih sejuk cenderung dingin.


Gua jepang di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah salah satu dari puluhan Gua yang ada di Indonesia dan umumnya dibuat pada tahun 1942-1945
Ketika masa pendudukan Jepang,Kota Bandun merupakan markas salah satu dari 3 kantor Besar (Bunsho) di Pulau Jawa.
Bandung juga menjadi tempat pemusatan terbesar tawanan perang mereka, baik tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) atau tentara Hindia-Belanda dan satuan sekutunya, maupun warga sipil.

Pada masa itu, selain memanfaatkan gua buatan Belanda , Jepang juga menambahkan sejumlah gua dikawasan ini. Gua-gua buatan Jepang dipergunakan untuk keperluan penyimpanan amunisi, logistik dan komunikasi radio pada masa perang. Pada masa pendudukan Jepang, kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini ditutup untuk umum.

Gelap dan lembab mendominasi suasana di gua tersebut. Ukuran gua yang cukup besar ditambah dengan lorong-lorong ventilasi udara di beberapa sudut, mengakibatkan suasana di dalam gua tidaklah pengap. Namun, lorong-lorong panjang dan banyaknya persimpangan di dalam gua tersebut cukup membingungkan bagi mereka yang pertama kali memasuki gua tersebut. Sangat disarankan untuk berkelompok ketika masuk dalam gua tersebut.

Di gua Jepang terdapat empat lorong untuk masuk. Konon katanya, lorong ke dua dan ketiga sebagai lorong jebakan. Untuk kebutuhan penerangan di saat memasuki lorong pertama bisa menyewa senter. Lembab, gelap dan dingin adalah kesan awal yang langsung menerpa saat mulai melangkah ke dalam gua yang dibangun pada tahun 1942 silam. Selain itu jika kita terus kedalam banyak sekali sarang kelelawar yang ada diatas gua sedikit banyak bau kotoran kelelawar membuat engap.

Lorong yang panjang serta berliku memang cukup membingungkan. Sebaiknya perlahan-lahan jika berjalan melewati jalan yang bertanah namun ketika saya memegang dinding gua sepertinya keras. Dahulu gua ini dijadikan sebagai tempat pertahanan tentara Jepang.

Selain itu, di sini terdapat beberapa gundukan tanah yang lebih tinggi dari permukaan yang dijadikan sebagai tempat istirahat atau tempat tidur para tentara yang dikenal juga dengan nama Tentara Dai Nippon.


Setelah melewati persimpangan demi persimpangan, bisa keluar melalui mulut gua yang berukuran lebih besar. Di lorong ini dahulu difungsikan untuk tempat parkir dan keluar-masuk kendaraan perang.

Bagian atas gua Jepang ditumbuhi rimbunan pepohonan, beberapa pohon berumur ratusan tahun memiliki akar yang telah merayap turun ke bawah hingga menembus kerasnya batu cadas di luar dinding gua, bahkan tetesan mata air bisa menembus gua karena beberapa tempat saya melihat ada genangan air. Gua ini tidak mengalami renovasi fisik sama sekali setelah Jepang bertekuk lutut kepada sekutu pada 1945.

Link Terkait



Memasuki gua Jepang, sama dengan memasuki periode kebrutalan ketika nyawa manusia sama sekali tidak berharga, orang mengatakan walaupun Jepang menjajah Indonesia sebentar namun lebih kejam dibandingkan Belanda. Kekhawatiran sudah menunggu di gelap gulitanya gua yang tidak dilengkapi dengan penerangan cahaya lampu. Namun jika saya melihat keatas gua sepertinya instalasi listrik sudah dipasang Namun, entahlah sampai sekarang gua masih gelap saja mungkin menambah kesan angker dari Gua Jepang ini.

Berbekal lampu senter sewaan, kami berkelompok 8 orang memasuki Gua paling depan dan belakang diberi satu lampu senter untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, setiap lorong gua menjadi saksi bisu tewasnya ratusan romusha dengan mengenaskan dalam proses membangun gua pertahanan ini selama tiga tahun dan juga terbunuhnya ratusan prajurit Jepang yang dibantai sekutu akhir 1945. Jika merujuk ke hal tersebut tentu Gua ini sangatlah angker atau mistis.


Kelembaban udara yang tinggi menjadikan gua ini berhawa dingin mencekam. Cahaya matahari yang tak mampu menembus ke dalam gua menjadikan lantai gua yang berupa tanah malah menyerupai butiran tanah mengeras. Sehingga, lantai gua memiliki tekstur bulat-bulat yang menonjol keluar


Gua yang tidak sempat selesai ini dimaksudkan menjadi benteng pertahanan militer Jepang. Tempat ini cocok dijadikan gudang amunisi dan juga sebagai pos pengintai untuk melihat gerak gerik musuh dan penduduk di bawah kaki Bukit Pakar. Jepang menyerah kepada sekutu sehingga pembangunannya berhenti.

Dibeberapa tempat terdapat aksi vandalisme oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, kedisiplinan seharusnya diterapkan, diperparah dengan mental yang memprihatinkan. Jangan tiru itu bukan hal yang terpuji, jaga kelestarian cagar budaya yang ada untuk masa depan.

2 comments: